Sunday, December 23, 2018

HNP (Hernia Nucleus Pulposus) LAPORAN KASUS


   Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................. ii
BAB I      PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A.    Anatomi Columna Vertebralis................................................................. 1
B.    Biomekanik Lumbal................................................................................ 3
BAB II    PATOFISIOLOGI........................................................................................ 4
A.    Definisi Hernia Nukleus Pulposus........................................................... 4
B.     Epidemiologi........................................................................................... 4
C.     Etiologi.................................................................................................... 5
D.    Klasifikasi HNP...................................................................................... 5
E.     Patomekanisme........................................................................................ 6
F.      Tanda dan Gejala.................................................................................... 6
G.    Manifestasi Klinis.................................................................................... 7
BAB III   INTERVENSI FISIOTERAPI..................................................................... 8
A.    Komunikasi Terapeutik............................................................................ 8
B.    Infrared.................................................................................................... 8
C.    Interferensi............................................................................................. 10
D.    Friction................................................................................................... 10
E.     Stretching Exercise................................................................................. 12
F.     Traksi...................................................................................................... 12
G.    Range Of Motion Exercise..................................................................... 13
H.    Dinamic Strengthening........................................................................... 13
I.       Bugnet Exercise...................................................................................... 13
BAB IV   MANAJEMEN FISIOTERAPI.................................................................. 14
A.    Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi.................................... 14
B.    Diagnosis Fisioterapi.............................................................................. 18
C.    Problem, Planning dan Program Pemeriksaan Fisioterapi...................... 18
D.    Evaluasi dan Modifikasi Fisioterapi....................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 22
LAMPIRAN ................................................................................................................ 24


BAB I

PENDAHULUAN


A.    Anatomi Kolumna Vertebralis

Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antara korpus vertebra yang berdekatan, sendi antara arkus vertebra, sendi kostovertebralis dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan diskus intervertebralis menghubungkan vertebra yang berdekatan. Ligamentum longitudinal anterior, suatu pita tebal dan lebar, berjalan memanjang pada bagian depan korpus vertebra dan diskus intervertebralis, dan bersatu dengan periosteum dan annulus fibrosus (Reijo, 2006).
Ligamentum longitudinalis anterior berfungsi untuk menahan gaya ekstensi, sedangkan dalam kanalis vertebralis pada bagian posterior korpus vertebra dan diskus intervertebralis terletak ligamentum longitudinal posterior, ligamentum longitudinalis posterior berperan dalam menahan gaya fleksi. Ligamentum anterior lebih kuat dari pada posterior, sehingga prolaps diskus lebih sering kearah posterior. Pada bagian posterior terdapat struktur saraf yang sangat sensitif terhadap penekanan yaitu radiks saraf spinalis, ganglion radiks dorsalis (Reijo, 2006).
Diantara korpus vertebra mulai dari vertebra servikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat diskus intervertebralis. Diskus ini membentuk sendi fibrokartilago yang lentur antara korpus vertebra (Reijo, 2006).







Gambar 1. Columna Vertebra
(Sumber: Reijo, 2006)

Diskus Intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok; nukleus pulposus ditengah dan anulus fibrosus di sekelilingnya. Diskus dipisahkan dari tulang yang di atas dan dibawahnya oleh dua lempengan tulang rawan yang tipis (Reijo, 2006).
Nukleus pulposus adalah bagian tengah diskus yang bersifat semigelatin, nukleus ini mengandung berkas-berkas serat kolagen, sel-sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Zat ini berfungsi sebagai peredam benturan antara korpus vertebra yang berdekatan. Selain itu. juga memainkan peranan penting dalam pertukaran cairan antara diskus dan pembuluh-pembuluh darah kapiler (Reijo, 2006).
Anulus fibrosus terdiri atas cincin-cincin fibrosa konsentris yang mengelilingi nukleus pulposus. Anulus fibrosus berfungsi untuk memungkinkan gerakan antara korpus vertebra (disebabkan oleh struktur spiral dari serabut-serabut); untuk menopang nukleus pulposus; dan meredam benturan. Jadi anulus berfungsi mirip dengan simpail di sekeliling tong air atau seperti gulungan pegas, yang menarik korpus vertebra bersatu melawan resistensi elastis nukleus pulposus, sedangkan nukleus pulposus bertindak sebagai bola penunjang antara korpus vertebra (Reijo, 2006).
Diskus intervertebralis berukuran kira-kira seperempat panjang kolumna vertebralis. Diskus paling tipis terdapat pada daerah torakal sedangkan yang paling tebal tedapat di daerah lumbal. Bersamaan dengan bertambahnya usia, kandungan air diskus berkurang dan menjadi lebih tipis (Reijo, 2006).
                                                           








Gambar 2. Diskus Intravertebra
(Sumber: Reijo, 2006)

B.     Biomekanika Lumbal

Gerakan pada collumna vertebralis bergantung pada segmen mobile, yaitu 2 sendi facet dan jaringan lunak diantaranya. Segmen tersebut memberikan beberapa derajat gerakan pada setiap region (Kurniasih, 2011; Pratiwi 2016).
Pada regio lumbal, orientasi sendi facet lebih ke dalam bidang sagital sehingga gerak yang dominan adalah fleksi ekstensi. Disamping itu, terjadi gerakan lateral fleksi kiri dan kanan serta rotasi (Kurniasih, 2011; Pratiwi 2016).
Pada gerakan fleksi, corpus vertebra bagian atas akan bergerak menekuk kearah anterior sehingga terjadi peregangan pada discus intervertebralis bagian posterior (Kurniasih, 2011; Pratiwi 2016).
Pada gerakan ekstensi, corpus vertebra bagian atas akan bergerak menekuk kearah posterior, sementara discus menjadi mampat pada bagian posterior dan teregang pada bagian anterior. Ligamen longitudinal anterior juga mengalami penguluran sementara ligamen longitudinal posterior rileks. Dengan demikian, gerakan ekstensi dibatasi oleh struktur tulang dari arkus vertebra dan ketegangan ligamen longitudinal anterior (Kurniasih, 2011; Pratiwi 2016).
Pada gerakan lateral fleksi, corpus vertebra bagian atas akan bergerak kearah ipsilateral, sementara discus sisi kontralateral mengalami ketegangan karena bergeser kearah kontralateral (Kurniasih, 2011; Pratiwi 2016).
Pada bagian rotasi, vertebra bagian atas berotasi pada vertebra bagian bawah, tetapi gerakan rotasi ini hanya terjadi disekitar pusat rotasi. Discus intervertebralis tidak berperan dalam gerakan rotasi, sehingga gerakan rotasi sangat dibatasi oleh sendi facet vertebra lumbal (Kurniasih, 2011; Pratiwi 2016).







BAB II

PATOFISIOLOGI


A.    Definisi Hernia Nukleus Pulposus (HNP)

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana terjadi pengeluaran isi nukleus dari dalam diskus intervertebralis (ruptur diskus) sehingga nukleus dari diskus menonjol ke dalam anulus (cincin fibrosa sekitar diskus) dan memberikan manifestasi kompresi saraf (Helmi, 2012).
Hernia nukleus pulposus adalah keadaan ketika nukleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah spinal melalui anulus spinal yang robek. HNP merupakan suatu nyeri yang disebapkan oleh proses patologi di kolumna vertebralis pada diskus intervertebralis/ diskogenik (Muttaqin, 2008).
Jadi, Hernia Nukleus pulposus merupakan suatu gangguan yang melibatkan ruptur anulus fibrosus sehingga nukleus pulposus menonjol (bulging)/ mengalami herniasi dan menekan akar saraf spinal, menimbulkan nyeri dan defisit neurologis.

B.     Epidemiologi

 Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia yang paling sering adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP paling sering dijumpai pada tingkat L4-L5; titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1. Penelitian Dammers dan Koehler pada 1431 pasien dengan herniasi diskus lumbalis, memperlihatkan bahwa pasien HNP L3-L4 secara bermakna dari usia tua dibandingkan dengan pasien HNP L4-L5. (Pinzon, 2012)
HNP merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung bawah yang penting. dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Inside HNP di Amerika Serikat adalah sekitar 5% orang dewasa. Kurang lebih 60-80% individu pernah mengalami nyeri punggung dalam hidupnya. Nyeri punggung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak di Amerika Serikat dengan angka prevalensi berkisar antara 7,6-37% insidens tertinggi dijumpai pada usia 45-60 tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah mengganggu aktivitas sehari-hari pada 40% penderita dan menyebabkan gangguan tidur pada 20% penderita akan mencari pertolongan medis, dan 25% diataranya perlu rawat inap untuk evaluasi lebih lanjut. (Pinzon, 2012)

C.    Etiologi
Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus (Moore dan Agur, 2013). Selain itu Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak  terlihat selama beberapa bulan atau bahkan dalam beberapa tahun (Helmi, 2012)


D.    Klasifikasi HNP

Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan herniasinya, dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang sesungguhnya, yaitu. (Company, 2000 ; Reijo, 2006 ; Lucas, 2003)
1.      Protrusi diskus intervertebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan annulus fibrosus.
2.      Prolaps diskus intervertebral : nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus fibrosus.
3.      Extrusi diskus intervertebral : nukleus keluar dan anulus fibrosus dan berada di bawah ligamentum, longitudinalis posterior.
4.      Sequestrasi diskus intervertebral : nukleus telah menembus ligamentum longitudinalis posterior.




                            





Gambar 3. Grade Hernia Nukleus Pulposus
(Sumber: Reijo, 2006)


                                    

E.     Patomekanisme

Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial. Oleh karna adanya gaya traumatik yang berulang, robekan tersebut menjadi lebih besar dan timbul sobekan radikal. Apabila hal itu terjadi, maka resiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya. Manifestasi dari robeknya anulus fibrosus berlanjut pada penonjolan pada diskus intervertebra yang menekan secara parsial sisi lateral dari medula spinalis. Kondisi kemudian secara progresif berlanjut pada kondisi herniasi diskus menekan medula spinalis (Shankar, 2009).
Suatu gaya presipitasi gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya memberikan respons sobeknya annulus fibrosus yang lebih berat. Jebolnya (herniasi) nukleus pulposus bisa ke korpus vertebra di atas atau di bawahnya, bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Penjebolan tersebut dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronik atau kronik yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika. Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal tersebut terjadi kalau tempat penjebolan di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya di tengah-tengah, sudah barang tentu tidak ada radiks yang terkena. Lagipula, oleh karna pada tingkat L2 dan terus ke bawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP sisa diskus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan (Shankar, 2009).
Proses penuaan mengakibatkan diskus kehilangan protein polisakarida sehingga kandungan air pada nukleus pulposus menurun à Terjadi Trauma à (beberapa bulan/ tahun kemudian saat proses degenerasi terjadi)  nukleus pulposus terdorong keluar sehingga menekan akar saraf à menyebabkan nyeri, perubahan sensai hingga penurunan reflex (Shankar, 2009).


F.     Tanda dan Gejala

Gejala yang sering muncul adalah :
1.      Nyeri pinggang bawah yang intermitten (dalam beberapa minggu sampai bebberapa tahun). Nyeri menjalar sesuai dengan distribusi saraf sciatic.
2.      Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus menjalar ke bagian belakang lutut kemudian ke tungkai bawah.
3.      Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang saat batuk atau mengejan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang klien beristirahat berbaring.
4.      Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persaraan yang terlibat.
5.      Nyeri bertambah bila daerah L5-S1 (garis antara dua krista iliaka) ditekan.
(Muttaqin, 2008)

G.    Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral dan lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia dan retensi urine. Sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung bawah, di tengah-tengah area bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan reflex achiller negative. Pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kelemahan m. gastrocnemius (plantar fleksi pergelangan kaki), m. ekstensor halusis longus (ekstensi ibu jari kaki). Gangguan reflex Achilles, defisit sensorik pada malleolus lateralis dan bagian lateral pedis (Setyanegara dkk, 2014).
           




INTERVENSI FISIOTERAPI

Pada kasus hernia nucleus pulposus (HNP), manajemen fisioterapi yang dapat diberikan terkait pengurangan rasa nyeri, pelepasan entrapment saraf, mengurangi spasme, peningkatan lingkup gerak sendi, peningkatan kekuatan otot, mengembalikan aktivitas fungsional sehari-hari dan lain-lain.
Berikut ini adalah intervensi yang dapat diberikan pada pasien dengan kondisi hernia nucleus pulposus (HNP) adalah:
A.    Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi menjadi tidak efektif karena kesalahan dalam menafsirkan pesan yang diterimanya. Jika kesalahan penerimaaan pesan terus-menerus berlanjut dapat berakibat pada ketidakpuasan baik dari pasien maupun tenaga kesehatan itu sendiri. Komunikasi yang dilakukan secara verbal dan non-verbal menghasilkan pemahaman pasien terhadap keadaan kesehatannya, peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama–sama mencari  (Syafirah, 2017).
B.     Infrared
Terdapat 2 efek pemberian infrared dalam HNP, yaitu:
1.      Efek fisiologis
Pengaruh fisiologis sinar inframerah, jika sinar ini diabsorbsi oleh kulit, maka panas akan timbul pada tempat di mana sinar tadi diabsorbsi. Inframerah yang bergelombang pendek (7.700 – 12.000 A) penetrasinya sampai lapisan dermis atau sampai pada lapisan di bawah kulit, sedang yang bergelombang panjang (diatas 12.000 A) penetrasinya hanya sampai pada superficial epidermis. Dengan adanya panas ini temperatur naik dan pengaruh-pengaruh lain akan terjadi. Pengaruh terebut antara lain :
a.       Meningkatkan proses metabolism
Proses metabolisme terjadi pada lapisan amperficial kulit kemudian akan meningkat sehingga pemberian oksigen dan nutrisi kepada jaringan lebih diperbaiki begitu juga sampah pembakaran.


b.      Vasodilatasi pembuluh darah
Dengan adanya reaksi panas maka terjadi reaksi peradangan pada tubuh, kuliat akan tampak kemerahan yang disebut erythema. Erythema terjadi disebabkan karena adanya energi panas yang diterima oleh ujung-ujung saraf sensoris kemudian mempengaruhi mekanisme pengatur panas. Mekanisme vasomotor mengadakan reaksi dengan jalan pelebaran pembuluh darah sehingga sejumlah panas dapat diratakan ke seluruh jaringan lewat sirkulasi darah. Dengan sorkulasi ini maka oksigen dan nutrisi ke jaringan akan meningkat, dengan demikian sel darah putih atau antibody juga akan meningkat. Dengan demikian pemeliharaan jaringan menjadi lebih baik dan perlawanan terhadap agen penyebab proses radang semakin baik.
c.       Pigmentasi
Penyinaran berulang-ulang pada sinar infra merah akan menimbulkan pigmentasi pada tempat yang disinari, pigmentasi ini tidak merata, hal tersebut disebabkan karena adanya perusakan pada sebagian sel-sel darah merah di tempat tersebut.
d.      Pengaruh terhadap saraf sensoris
Pemanasan yang ringan memiliki pengaruh sedatif terhadap ujung-ujung saraf sensoris sedang pemanasan yang keras dapat menyebabkan iritasi. Sebab adanya kandungan sinar uv di dalamnya.
e.       Pengaruh terhadap jaringan otot
Kenaikan temperatur disamping membantu terjadinya relaksasi juga akan meningkatkan kemampuan otot untuk berkontraksi.
f.       Destruksi jaringan
Bisa terjadi bila penyinaran yang diberikan menaikkan temperatur jaringan yang tinggi dan berpangsung dalam waktu yang lama sehingga terjadi di luar toleransi penderita.
g.      Menaikkan temperatur tubuh
Disamping terjadi pemerataan panas, juga terjadi penurunan darah sistemik karena adanya panas akan merangsang pusat pengatur panas tubuh untuk meratakan panas dengan jalan timbul dilatasi yang bersifat general, vasodilaatasi ini akan menyakibatkan tahanan perifer menurun. Penurunan ini diikuti dengan penurunan tekanan darah sistemik.
h.      Mengaktifkan kerja kelenjar keringat
Pengaruh rangsanagan panas yang dibawa ujung-ujung saraf sensoris dapat mengaktifkan kerja kelenjar keringat. (Aras dan Ahsaniyah, 2017)
2.      Efek terapeutik
a.       Relief of pain
Apabila diberikan mild heating, maka pengurangan nyeri disebabkan oleh adanya efek sedative pada superficial nerve ending. Apabila diberikan stronger heating, maka akan terjadi counter irritation yang akan menimbulkan pengurangan rasa nyeri. Rasa nyeri ditimbulkan oleh karena adanya akumulasi sisa-sisa hasil metabolisme yang disebut zat “P” yang menumpuk di jaringan, dengan adanya infra red yang memperlancar sirkulasi darah maka zat “P” juga  akan ikut terbuang sehingga nyeri berkurang.
b.      Relaksasi otot
Diketahui bahwa relaksasi dapat dicapai bila jaringan otot tersebut dalam keadaan hangat. Dengan pemberian infrared maka dapat menurunkan spasme dan membuat relaksasi.
c.       Meningkatkan suplai darah
Adanya peningkatan temperatur dan menyebabkan terjadinya vasodilatasi. Sehingga terjadi peningkatan sirkulasi darah ke area setempat. Hal ini utamanya terjadi pada jaringan superfisial.
d.      Menghilangkan sisa-sisa hasil metabolism
Penyinaran di daerah yang luas akan mengaktifkan glandula gudoifera (kelenjar keringat) di seluruh badan, sehingga terjadi peningkatan pembuangan sisa-sisa hasil metabolisme melalui keringat. (Aras dan Ahsaniyah, 2017)
C.    Interferensi
Penggunaan interferensi dengan frekuensi yang tepat bertujuan untuk menstimulasi saraf sensorik yang ingin dirangsang sehingga dapat menghasilkan mekanisme “gait control” (misalnya frekuensi antara 80-130 Hz) dan juga mengaktifkan mekanisme opioid (<10 Hz) yang berhubungan dengan perununan nyeri fisiologis (Samuel dan Maiya, 2015). Berdasarakn penelitian yang dilakukan oleh Fuentes et al (2010), interferensi mempunyai efek dalam peningkatan sirkulasi darah, pengurangan nyeri, memblok konduksi saraf dan menimbulkan efek placebo.
D.    Friction
Friction secara sirkular melibatkan penerapan gesekan dan tekanan pada kedalaman lesi yang dinggap sebagai penyebab nyeri atau berkurangnya fungsi. Gaya yang diterapkan secara sirkular terhadap jaringan bertujuan untuk melepaskan jaringan yang mengalami spasme (pelepasan aktin-miosin). Secara mekanis, friction ini dapat meningkatkan sirkulasi darah local, pengurangan nyeri/analgesi, dan meepaskan perlengketan pada ligament, tendon atau otot. Friction secara sirkular dengan penekanan yang dalam dapat menyebabkan stimulasi ujung nosiseptif yang terhubung dengan serat Aδ dan mekanoreseptor yang ditemukan dalam jaringan lunak yang terhubung dengan serat Aβ yang berdiameter besar. Serat berdiameter besar ini memiliki efek pada posterior horn cell (PHC)  di medulla spinalis yang akan menghambat transmisi nosiseptif berdiameter kecil melalui mekanisme “gait control”. Oleh karena itu, inhibisi presinaptik pada system saraf pusat akan memodulasi nyeri perifer dan mengurangi persepsi dari nyerinya (Doley et al, 2013).
Selain itu, friction juga dapat menghambat neurotransmisi dari system saraf pusat  karena adanya rangsangan nosiseptif pada central inhibitory nuclei pada otak (nucleus raphe dan area periaqueductal di bagian abu-abu dari otak tengah) yang menyebabkan pelepasan bahan kimia dari neuron pada otak yang menghalangi aksi nosiseptif neurotransmitter (encepalin dan endorphin). Akibatnya, dalam hal memodulasi nyeri, friction dapat menyebabkan inhibisi presinaptik pada system saraf pusat dan menghambat rasa sakit oleh produksi dari encefalin. Friction juga dapat meningkatkan sirkulasi darah dalam jaringan lunak sehingga dapat meningkatkan ekskresi asam laktat atau zat inflamasi dan memfasilitasi skresi endogenus opiates (Doley et al, 2013).
E.     Stretching Exercise
Tujuan pemberian stretching yaitu:
1.      Untuk meningkatkan lingkup gerak sendi yang disebabkan karena jaringan lunak dalam hal ini m. erector spine dan m. Quadratus lumborum kehilangan kemampuan untuk memangjang sebagai akibat dari adhesi, kontraktur, dan scar, sehingga menyebabkan keterbatasan fungsional atau kecacatan.
2.      Mencegah keterbatasan yang dapat menyebabkan deformitas.
3.      Mencegah kelemahan otot dan pemendekan jaringan.
4.      Digunakan sebagai bagian dari program kebugaran yang dirancang untuk mencegah cedera musculoskeletal.
5.      Dapat digunakan sebelum dan setelah latihan berat untuk meminimalkan nyeri otot.
Dalam pemberian stretching perlu dipahami pula prosedurnya sebab inilah yang mempengaruhi keberhasilan dari tindakan stretching yang dilakukan, adapun prosedur yang penting untuk diketahui antara lain, kesejajaran posisi tubuh, stabilitas, intensitas, durasi, kecepatan, frekuensi, serta mode (Aras dan Purnamasari, 2017).
F.     Traksi
Kondisi HNP membutuhkan gaya traksi yang cukup untuk melakukan separasi badan vertebra. Separasi bisa memiliki beberapa efek dalam pembengkakan diskus, termasuk membuat serabut annular dan ligamen posterior longitudinal rapi, sehingga meratakan protrusi atau mengurangi tekanan antar diskus, juga tekanan pada tonjolan. Waktu traksi harusnya pendek karena tekanan akan merata secepatnya dan meningkatkan pelonggaran tekanan antar diskus, waktu penyembuhan harus kurang dari 10 menit untuk sustained traction dan kurang dari 15 menit untuk traksi intermitten. Seringnya, pada fase akut, traksi intermitten tidak bisa ditoleransi dengan baik. Progresi tergantung pada toleransi pasien. Ketika gejala sudah kurang mengiritasi, gaya intermiten yang lebih besar bisa ditoleransi (Aras dan Purnamasari, 2017). Adapun tujuan traksi yaitu:
1.      Efek penguluran dengan mengulur otot-otot vertebra, menegangkan ligamen dan kapsul facet joint, melebarkan foramen intervertebralis, meluruskan kurva spinal, mendorong facet joint, meratakan protrusi diskus nuclear.
2.      Efek mobilisasi seperti translasi, separasi dan penaksiran pada permukaan facet.
3.      Efek relaksasi otot dengan menurunkan nyeri dan spasme serta separasi vertebra semakin besar.
4.      Efek pada inhibisi atau pengurangan nyeri melalui gerakan mekanik regio. (Aras dan Purnamasari, 2017).
G.    Mobilisasi
Mobilisasi vertebra adalah bentuk manual therapy yang ditujukan terutama untuk mengurangi nyeri pada tulang belakang (dan nyeri sendi lainnya) dan meningkatkan jangkauan gerak sendi. Teknik ini sering melibatkan dorongan dengan kecepatan tinggi dimana sendi disesuaikan dengan cepat serta disertai dengan suara “popping” atau “snapping”. Teknik ini akan menghasilkan peregangan dari kapsul sendi dan dapat memperbaiki posisi medulla spinalis dan saraf sehingga memungkinkan system saraf berfungsi optimal dan meningkatkan efisiensi biomekanis tubuh (Mahmoud, 2015).
Teknik mobilisasi dilakukan dengan melakukan gerakan rotasi axial sehingga dapat meningkatkan tinggi dari foramen intervertebral. Apabila ruang dari foramen intervertebral meningkat/terbuka maka terjadi pemulihan posisi vertebral dan terjadi pelepasan akar saraf yang akan menyebabkan penyurangan nyeri radikuler (Yadav et al, 2014)
H.    Range of Motion Exercise
ROM exercise adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau meningkatkan kempampuan gerakan sendi dengan menggerakan secara normal untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot.
ROM exercise memiliki manfaat untuk menilai kemampuan tulang dan otot dalam melakukan gerakan secara bersama, meningkatkan tonus otot, meningkatkan toleransi otot untuk latihan, mencegah terjadinya kekakuan pada sendi dan meningkatkan sirkulasi darah (Irawan et al, 2018).
I.       Dynamic strengthening
Mekanisme terjadinya peningkatan kekuatan otot ini terjadi karena adanya mekanisme adaptasi saraf. Perubahan yang diamati dalam system saraf ini dapat terjadi pada tingkat perifer, medularis, subkortikal dan kortikal. Pada tingkat perifer dan medularis, terjadi perubahan dalam sinkronisasi unit motoric dan kondukticitas saraf. Pada tingkat subkortikal dan kortikal, terjadi interaksi antar saraf pada bagian hemisfer otak dimana visualisasi gerakan yang terjadi dapat mempengaruhi sel motoric otak sehingga dapat memancing adaptasi untuk melakukan gerakan. Selain itu, terjadi motor learning yang mempengaruhi reorganisasi dari bagian kortikal sehingga dapat terjadi plastisitas antar-hemisfer (Anwer dan Alghadir, 2014).
J.      Bugnet exercise
Bugnet exercises adalah metode pengobatan berdasarkan kesanggupan dan kecenderungan manusia untuk mempertahankan sikap badan melawan kekuatan dari luar. Kemampuan mempertahankan sikap tubuh melibatkan aktivitas sensomotorik dan mekanisme refleks sikap. Aktivitas motorik terapi ini bersifat umum yang diikuti oleh fungsi sensorik untuk bereaksi mempertahankan sikap tubuh. Tujuan terapi ini:
1.      Memelihara dan meningkatkan kualitas postur tubuh dan gerakan tubuh
2.      Mengoreksi sikap tubuh yang mengalami kelainan
3.      Memelihara dan meningkatkan kekuatan dan kemampuan fisik dan psikis sehingga  tidak mudah lelah melalui perbaikan sirkulasi darah dan pernafasan.
4.      Mengurangi nyeri




BAB IV

MANAJEMEN FISIOTERAPI


A.  Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi

Anamnesis Umum
Nama                     : Ny. D. S
Jenis kelamin         : Perempuan
Usia                       : 29 tahun
Alamat                  : BTN Tabaria
Pekerjaan               : Karyawan Swasta
Agama                   : Islam

Vital Sign
Tekanan darah       : 97/67 mmHg
Denyut nadi          : 89 kali / menit
                                   
C:  Chief of complaint
      Nyeri punggung bawah sampai telapak kaki kiri

H: History taking
1.      Nyeri dirasakaan sejak 7 bulan yang lalu.
2.      Awalnya pasien pernah jatuh dari tangga dalam posisi duduk sejak 4 tahun lalu, namun 7 bulan yang lalu pasien mengalami kecelakaan dan hal inilah yang memicu kembali nyeri pada punggung bawahnya.
3.      Rasa nyerinya seperti tertusuk-tusuk dan menjalar sampai telapak kaki kiri. Nyeri dirasakan dari pagi sampai malam apabila pasien tidak meminum obat anti nyeri.
4.      Nyeri bertambah ketika berjongkok, naik turun tangga, dari posisi duduk ke berdiri dan saat pasien duduk dalam waktu yang lama.
5.      Nyeri juga bertambah ketika pasien batuk atau bersin.
6.      Pasien sudah ke dokter dan diberi obat. Ada perubahan setelah meminum obat, namun setelah itu nyerinya muncul kembali. Selain itu, dokter juga menyarankan untuk melakukan operasi.
7.      Pasien sudah melakukan pemeriksaan MRI dan hasilnya ada penjepitan saraf pada L5-S1.
8.      Pasien belum melakukan pemeriksaan laboratorium.
9.      Kegitan sehari-hari terganggu, terutama saat sholat, naik turun tangga, toileting, memakai celana dan berjalan.
10.  Pasien juga sementara ini berhenti bekerja dikarenakan rasa nyeri yang dirasakan.
11.  Saat pasien masih bekerja, pasien sering memakai high heels.
12.  Pasien memiliki riwayat penyakit infeksi saluran kencing dan maag.
13.  Pasien sangat cemas dengan kondisi yang dialaminya karena sangat mengganggu aktivitas sehari-hari dan adanya saran dari dokter untuk melakukan operasi
14.  Tidak ada keluhan lain.

A:  Assymetry
1.      Inspeksi Statis :
a.       Ekspresi wajah tampak cemas dan meringis kesakitan.
b.      Postur tubuh tampak membungkuk.
2.      Inspeksi Dinamis :
a.       Saat berjalan pasien tampak pincang.
b.      Saat berjalan, pasien cenderung menumpu berat badan ke kaki kanan.
c.       Saat dari jongkok ke berdiri, pasien juga mengeluhkan nyeri di bagian punggung bawah.
d.      Saat posisi berdiri ke rukuk (gerakan sholat) pasien mengeluhkan nyeri di punggung bawahnya.
3.      Palpasi :
a.       Suhu                : (-) / (-)
b.      Kontur kulit    : (-) / (-)
c.       Oedem            : (-) / (-)
d.      Tenderness      : (-) / (+) nyeri di L5-S1, m. piriformis, dan os simpisis os pubis.
4.      PFGD :
a.       Regio Hip


Aktif
Pasif
TIMT
Fleksi
Mampu, tidak full ROM, nyeri.
Tidak full ROM, nyeri, elastic endfeel.
Mampu, nyeri
Ekstensi
Mampu, tidak full ROM, nyeri.
Tidak full ROM, nyeri, elastic endfeel.
Mampu, nyeri
Abduksi
Mampu, tidak full ROM, nyeri.
Tidak full ROM, nyeri, elastic endfeel.
Mampu, nyeri
Adduksi
Mampu, tidak full ROM, nyeri.
Tidak full ROM, nyeri, elastic endfeel.
Mampu, nyeri
Exorotasi
Mampu, tidak full ROM, nyeri.
Tidak full ROM, nyeri, elastic endfeel.
Mampu, nyeri
Endorotasi
Mampu, tidak full ROM, nyeri.
Tidak full ROM, nyeri, elastic endfeel.
Mampu, nyeri

b.      Regio Lumbal


Aktif
Pasif
TIMT
Fleksi
Tidak mampu, tidak full ROM, nyeri.
Tidak full ROM, nyeri, abnormal  endfeel.
Tidak mampu, nyeri.
Ekstensi
Tidak mampu, tidak full ROM, nyeri.
Tidak full ROM, nyeri, abnormal  endfeel.
Tidak mampu, nyeri.
Lateral Fleksi Dextra
Mampu, full ROM, nyeri.
Full ROM, nyeri, tissue stretch endfeel.
Mampu, nyeri
Lateral Fleksi Sinistra
Mampu, full ROM, nyeri.
Full ROM, nyeri, tissue stretch endfeel.
Mampu, nyeri
Rotasi Dextra
Tidak mampu, tidak full ROM, nyeri.
Tidak full ROM, nyeri, abnormal  endfeel.
Tidak mampu, nyeri.
Rotasi Sinistra
Tidak mampu, tidak full ROM, nyeri.
Tidak full ROM, nyeri, abnormal  endfeel.
Tidak mampu, nyeri.

R:  Restrictive
1.      Limitasi ROM       : Gerakan aktif, pasif dan TIMT regio hip sinistra dan lumbal.
2.      Limitasi Pekerjaan : Menggangu dan menghambat aktivitas di rumah.
3.      Limitasi ADL        : Walking, toileting, dressing dan praying.
4.      Limitasi Rekreasi  : Terganggu.

T:   Tissue impairment and psychological prediction
1.      Psikogen : Kecemasan.
2.      Neurogen : Entrapment n. ischiadicus.
3.      Musculotendinogen : spasme m. piriformis; m. quadratus lumborum; m. erector spine dan muscle weakness m. quadriceps.
4.      Osteoarthrogen : (-).

S:   Specific test
1.      Hamilton Depression Scale : 21 (depresi berat)
2.      Visual Analog Scale (VAS)
a.       Nyeri diam      : 2
b.      Nyeri tekan     : 9
c.       Nyeri gerak     : 7
3.      Manual Muscle Test (MMT) : Nilai 3- untuk fleksi-ekstensi-rotasi lumbal, nilai 4 untuk lateral fleksi dextra-sinistra lumbal, nilai 3- untuk semua gerakan region hip.
4.      SLR Test : (-) / (+) nyeri 30o
5.      Neri Test : (-) / (+) nyeri
6.      Compression Test : (+) nyeri di L5-S1
7.      Slump Test : (-) / (+) nyeri.
8.      Patrick Test : (-) / (-)
9.      Antipatrick Test : (-) / (+) nyeri
10.  Briding Test : tidak mampu dilakukan
11.  Range of Motion (ROM)
a.    Regio hip:
    S. 10o – 0o – 30o
    F. 20o – 0o – 25o
    R. 25o – 0o – 20o
b.   Regio lumbal:
    S. 10o – 0o – 20o
    F. 30o – 0o – 30o
    R. 10o – 0o – 10o
12.  Hasil foto MRI
a.    Kurva fisiologi melurus sesuai muscle spasm.
b.   L5-S1: annular tear dan central disc protrusion yang menekan thecal sac dan exiting nerve root kiri.

B.  Diagnosis Fisioterapi

Adapun diagnosis fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil proses pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:
“Gangguan aktivitas fungsional lumbal berupa nyeri, tenderness, muscle spasm, muscle weakness, limitasi ROM dan limitasi ADL e.c HNP grade III sejak 7 bulan yang lalu

C.  Problem, Planning, dan Program Fisioterapi

Adapun problem dan planning fisioterapi yang dapat diuraikan berdasarkan hasil proses pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:
1.      Problem:
a.       Primer: entrapment n. ischiadicus
b.      Sekunder: 
1)      Kecemasan.
2)      Nyeri.
3)      Spasme m. piriformis, m. quadratus lumborum, m. erector spine.
4)      Muscle weakness quadriceps femoris.
5)      Tenderness L5-S1 dan os. simpisis os pubis
6)      Limitasi ROM regio hip dan lumbal.
7)      Gangguan postur.
c.       Kompleks: Gangguan ADL walking, toileting, dressing and praying.
2.      Planning:
a.       Tujuan jangka panjang: mengembalikan aktifitas fungsional ADL walking, toileting, dressing dan praying.
b.      Tujuan jangka pendek:
1)      Mengatasi kecemasan.
2)      Mengurangi nyeri.
3)      Melepaskan entrapment n. ischiadicus.
4)      Mengurangi spasme m. erector spine dan m. quadratus lumborum.
5)      Mengurangi tenderness m. piriformis, L5-S1, dan os. Cocygeus.
6)      Meningkatkan ROM regio hip dan lumbal.
7)      Meningkatkan kekuatan m. quadriceps.
8)      Memperbaiki postur tubuh.

3.      Program:
No.
PROBLEM FISIOTERAPI
MODALITAS FISIOTERAPI
DOSIS
1
Kecemasan
Komunikasi terapeutik
F : 1x/hari
I : Penderita fokus
T : Interpersonal approach
T : Selama proses FT
2
Pre-eliminary exercise
Elektroterapi (Infrared)
F : 1x/hari
I  : 30 cm diatas kuilt
T : Lokal
T : 10 menit
3
Nyeri dan tenderness L5-S1, m. piriformis dan simpisis os pubis
Elektroterapi (Interferensi)
F : 1x/hari
I :  21 mA
T : Animal segmental
T : 10 menit
Manual Therapy
F : 1x/hari
I :  30% pressure
T : Friction circular
T : 1 menit
4
Spasme m. erector spine dan m. quadratus lumborum
Exercise therapy
F : 1x/hari
I :  16 hit, 3 repetisi
T : stretching exc (connective tissue release dan elongation)
T : 1 menit
5
Entrapment n. ischiadicus
Manual therapy
F : 1x/hari
I :  8 hit, 3 repetisi
T : Traksi dan mobilisasi L5-S1
T : 1 menit
6
Limitasi ROM regio hip dan lumbal
Exercise Therapy
F : 1x/hari
I :  8 hit, 3 repetisi
T : PROMEX, AROMEX
T : 3 menit
7
Kelemahan otot quadriceps femoris dan menjaga balance muscle abductor hip
Exercise Therapy
F : 1x/hari
I : 8 hit, 3 repetisi
T : Dinamic sterngthening
T : 2 menit
8
Gangguan postur
Exercise therapy
F : 1x/hari
I  : 8 hit, 3 repetisi
T : Bugnet exc
T : 2 menit
9
Gangguan ADL walking, toileting, dressing dan praying
Exercise Therapy
F : 1x/hari
I :  3 repetisi
T : Fungsional exc (latihan berjalan dengan pola jalan normal, latihan jongkok ke berdiri, latihan gerakan sholat)
T : 5 menit

 

C.  Evaluasi dan Modifikasi Fisioterapi

Adapun hasil evaluasi dan modifikasi terhadap program fisioterapi yang telah diberikan pada klien tersebut, adalah sebagai berikut:
1.      Evaluasi sesaat:
No.
Alat ukur
Sebelum Intervensi
Setelah 2 Kali Intervensi
Ket.
1
Hamilton Depression Scale
21 (depresi berat)
17 (depresi rsedang)
Depresi menurun
2
VAS
Nyeri diam  : 2
Nyeri tekan : 9
Nyeri gerak : 7
Nyeri diam  : 1
Nyeri tekan : 7
Nyeri gerak : 6
Nyeri berkurang
3
Goniometer
Regio hip sinistra:
S. 10o – 0o – 30o
F. 20o – 0o – 25o
R. 25o – 0o – 20o
Regio hip sinistra:
S. 20o – 0o – 50o
F. 25o – 0o – 30o
R. 30o – 0o – 25o
ROM meningkat
Regio lumbal:
S. 10o – 0o – 20o
F. 30o – 0o – 30o
R. 10o – 0o – 10o
Regio lumbal:
S. 15o – 0o – 20o
F. 30o – 0o – 30o
R. 15o – 0o – 15o
4
Manual Muscle Test
Nilai 3- untuk fleksi-ekstensi-rotasi lumbal, nilai 4 untuk lateral fleksi dextra-sinistra lumbal, nilai 3- untuk semua gerakan regio hip.
Nilai 3- untuk fleksi-ekstensi-rotasi lumbal, nilai 5 untuk lateral fleksi dextra-sinistra lumbal, nilai 3- untuk semua gerakan regio hip.
Kekuatan otot meningkat





2.      Modifikasi:
Modifikasi program FT yang dapat diberikan berupa:
a.       Mc. Kenzi exercise: untuk mengurangi nyeri pada bagian lumbal, memperbaiki posisi dari nucleus pulposus serta memperbaiki postur tubuh.
b.      Briding exercise + approximasi: untuk penguatan otot-otot core dan sebagai stabilisasi.
c.       Cat and camel exercise: untuk rileksasi dan penguatan dari back muscle.



























DAFTAR PUSTAKA

Anwer, S., and Alghadir, A. 2014. Effect Of Isometric Quadriceps Exercise On Muscle Strength, Pain And Function In Patients With Knee Osteoarthritis: A Randomized Controlled Study. Journal pf physical therapy science, 26(5): 745-748.
Aras, D. dan Ahsaniyah, A. B. 2017. Elektroterapi dan Sumber Fisis. Makassar: CV. Physio Sakti.
Aras, D., dan Purnamasari, N. 2017. Terapi Latihan. Makassar: CV. Physio Sakti.
Company. B. W. 2000. Classification, diagnostic imaging, and imaging characterization of a lumbar. Volume 38.
Doley, M., Warikoo, D., and Arunmozhi, R. Effect Of Positional Release Therapy And Deep Transverse Friction Massage On Gluteus Medius Trigger Point – A Comparative Study. Journal Of Exercise Science And Physiotherapy, 9(1): 40-45.
Fuentes, J, P., Olivo, S. A., Magee, D. J., and Gross, D. P. 2010. Effectiveness Of Interferential Current Therapy In The Management Of Musculoskeletal Pain: A Systematic Review An Meta-Analysis. American Physical Therapy Association, 90(9): 1219-1238.
Helmi, Z, N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Irawan, C., Suharto, M., and Santjaka, A. 2018. Combination of hypnosis therapy and range of motion exercise on upper-extremity muscle strength in patients wit non-hemorraghic stroke. Belitung nursing journal, 4(1): 104-111.
Kurniasih, E. 2011. Penambahan Terapi Latihan Mc. Kenzie Pada Intervensi SWD, TENS dan Massage Dapat Lebih Menurunkan Nyeri Pinggang pada Kasus Low Back Pain (LBP). Skripsi. Bali: Universitas Udayana.
Lucas, M,. & Antradi, S. 2003. Nyeri Punggung. Use Neurontin.
Mahmoud, W. S. E. 2015. Effect Of Nueral Mobilization Versus Spinal Manipulation In Patients With Radicular Chronic Low Back Pain. European Journal Of Scientific Research, 131(1): 122-132.
Moore, Keith L dan A. M. R. Agur. 2013. Clinically Oriented Anatomy. Philladhelpia: Lippincott Williams & Wilkins.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Pinzon, R. Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung Akibat Hernia Nukelus Pulposus. Vol 39. SMF Saraf RS Bethesda Yogyakarta. Indonesia. 2012. Hal 749-751.
Pratiwi, D.P.M,. 2016. Hubungan Posisi Duduk dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Non Spesifik pada Pengemudi Angkutan Kota di Terminal Ubung. Universitas Udayana. Bali
Reijo, A. 2006. MRI Of Herniated Nucleus Pulposus. Acta Universitatis Ouluensis D Medica. Hal 1-31.
Samuel, S. R., and Maiya, G. A. 2015. Application Of Low Frequency And Medium Frequency Currents In The Management Of Acute And Chronic Pain- A Narrative Review. Indian journal of palliative care, 21(1): 116-120.
Shankar H., M.B.B.S., Scarlett A.J. M.D., Abram E.S.M.D. 2009. Anatomy and Pathophysiology of Intervertebral Disc Disease. Techniques in Regional Anasthesia and Pain Management, 13(2): 67-75.
Setyanegara dkk. 2014. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Syarifa. 2017. Komunikasi terapeutik terapis pada pasien penderita stroke di rumah sakit umum. Pekanbaru.
Yadaf, S., Nijhawan, M. A., and Panda, P. 2014. Effectiveness Of Spinal Mobilization With Leg Movement (Smwlm) In Patients With Lumbar Radiculopathy (L5 / S1 Nerve Root) In Lumbar Disc Herniation. International Journal of Physiotherapy And Research, 2(5): 712-718.




LAMPIRAN

Lampiran 1. Hamilton Depression Scale
No.
Kemampuan
Penilaian
Nilai
1.
Keadaan Perasaan Sedih
(sedih, putus asa, tak berdaya, tak berguna)
0
1
2
3



4
:
:
:
:



:
Tidak ada
Perasaan ini hanya ada bila ditanya
Perasaan ini ditanyakan secara verbal spontan
Perasan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya ekspresi wajah, bentuk, suara, dan kecenderungan menangis
Pasien menyatakan perasaan yang sesunguhnya ini dalam komunikasi baik verbal maupun non verbal secara spontan
3
2.
Perasaan Bersalah
0
1

2

3

4

:
:

:

:

:
Tidak ada
Menyalahkan diri sendiri dan merasa sebagai penyebab penderitaan orang lain
Ada ide-ide bersalah atau renungan tentang kesalahan masa lalu
Sakit ini sebagai hukuman, waham bersalah, dan berdosa
Ada suara-suara kejaran atau tuduhan dan halusinasi pengihatan tentang hal-hal yang mengancamnya
1
3.
Bunuh Diri
0
1
2

3

:
:
:

:
Tidak ada
Merasa hidup tidak ada gunanya
Mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran lain ke arah itu
Ada ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke arah itu
0
4.
Gangguan Pola Tidur
(Initial Insomnia)
0
1

2
:
:

:
Tidak ada
Ada keluhan, kadang-kadang sukar masuk tidur. Misalnya >30 menit baru masuk tidur
Ada keluhan, tiap malam sukar masuk tidur
1
5.
Gangguan Pola Tidur
(Middle Insomnia)
0
1

2
:
:

:
Tidak ada
Pasien merasa gelisah dan terganggu sepanjang malam
Terganggu sepanjang malam (bangun dari tempat tidur kecuali buang air kecil)
1
6.
Gangguan Pola Tidur
(Late Insomnia)
0
1
2
:
:
:
Tidak ada
Bangun saat dini hari tetapi dapat tidur lagi
Bangun saat dini hari tetapi tidak dapat tidur lagi
1
7.
Kerja dan Kegiatan-kegiatannya
0
1

2
3

4
:
:

:
:

:
Tidak ada
Berfikir tidak mampu, keletihan/ kelemahan yang berkaitan dengan kegiatan kerja/ hobi
Hilangnya minat terhadap pekerjaan/ hobi
Berkurangnya waktu untuk aktivitas sehari-hari atau produktivitas menurun
Tidak bekerja karena sakitnya
4
8.
Kelambanan
(lambat dalam berfikir, berbicara, gagal berkonsentrasi, dan aktivitas motorik menurun)
0
1
2
3

:
:
:
:

Normal
Sedikit lamban dalam wawancara
Jelas lamban dalam wawancara
Sukar diwawancarai; stupor (diam sama sekali)
0
9.
Kegelisahan
0
1
2
3
4

:
:
:
:
:
Tidak ada
Kegelisahan ringan
Memainkan tangan jari-jari, rambut, dan lain-lain
Bergerak terus, tidak dapat duduk dengan tenang
Meremas-remas tangan, menggigit kuku, menarik-narik rambut, menggigt bibir
1
10.
Kecemasan
(Ansietas somatik)




0
1
2
3
4




:
:
:
:
:
Sakit/nyeri pada otot, kaku, kedutan otot; gigi gemeretak; suara tidak stabil; tinnitus (telinga berdenging); penglhatan kabur; muka merah atau pucat; perasaan ditusuk-tusuk.
Tidak ada
Ringan
Sedang
Berat
Ketidakmampuan
4
11.
Kecemasan
(Ansietas psikis)
0
1
2
3

4
:
:
:
:

:
Tidak ada
Ketegangan subyektif dan mudah tersinggung
Mengkhawatirkan hal-hal kecil
Sikap kekhawatiran yang tercermin di wajah atau pembicaraaannya
Ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya
1
12.
Gejala Somatik
(Pencernaan)
0
1

2

:
:

:

Tidak ada
Nafsu makan berkurang tetapi dapat makan tanpa dorongan teman, merasa perutnya penuh
Sukar makan tanpa bantuan teman, membutuhkan pencahar untuk buang air besar atau obat-obatan untuk saluran pencernaan
0
13.
Gejala Somatik
(Umum)
0
1

2
:
:

:
Tidak ada
Anggota gerak, punggung, atau kepala terasa berat
Sakit punggung, kepala dan otot-otot, hilangnya kekuatan dan kemampuan
2
14.
Kotamil
(Genital)




0
1
2




:
:
:
Sering buang air kecil terutama malam hari di kala tidur, tidak haid, darah haid sedikit sekali, tidak ada gairah seksual, ereksi hilang, impotensi
Tidak ada
Ringan
Berat
0
15.
Hipokondriasis
(Keluhan somatic fisik yang berpindah-pindah)
0
1
2

3

4
:
:
:

:

:
Tidak ada
Dihayati sendiri
Preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehtan sendiri
Sering mengeluh membutuhkan pertolongan orang lain
Delusi hipokondriasi
3
16.
Kehilangan Berat Badan
0
1

2
3
:
:

:
:
Tidak ada
Berat badan berkurang berhubungan dengan penyakitnya sekarang
Jelas penurunan berat badan
Tak terjelaskan lagi penurunan berat badan
1
17.
Insight
(Pemahaman diri)
0
1


2
:
:


:
Mengetahui dirinya sakit dan cemas
Mengetahui sakit tapi berhubungan dengan penyebab iklim, makanan, kerja berlebihan, virus, perlu istirahat, dll
Menyangkan bahwa ia sakit
0
18.
Variasi Harian


0
1
2


:
:
:
Adakah perubahan keadaaan yang memburuk pada waktu malam atau pagi
Tidak ada
Buruk saat pagi
Buruk saat malam
0
19.
Depersonalisasi
(Perasaan Diri Berubah)
Dan Derelisiasi
(Perasaan tidak nyata – tidak realistis)
0
1
2
3
4
:
:
:
:
:
Tidak ada
Ringan
Sedang
Berat
Ketidakmampuan
0
20.
Gejala Paranoid
0
1
2

3
:
:
:

:
Tidak ada
Kecurigaan
Pikiran dirinya menjadi pusat perhatian peristiwa kejadian diluar tertuju pada dirinya (ideas refence)
Waham (delusi) dikejar/ diburu
0
21.
Gejala Obsesi dan Kompulsi
0
1
2
:
:
:
Tidak ada
Ringan
Berat
0
TOTAL NILAI
41

Interpretasi :
0 - 7     =  Normal
8 - 13   =  Depresi ringan
14 - 18 =  Depresi sedang
19 - 22 =  Depresi berat
> 23     =  Depresi sangat berat


Total Nilai       :21
Interpretasi     :Depresi berat

 







Lampiran 2. Skala Manual Muscle Test
Nilai/ Skor
Kategori
Interpretasi
5
Normal
Full ROM, menahan tahanan maksimum
4
Baik
Full ROM, menahan tahanan sedang
3+
Cukup +
Full ROM, melawan gravitasi dan mampu melawan tahanan minimum
3
Cukup
Full ROM melawan gravitasi
3-
Cukup -
Full ROM tanpa pengaruh gravitasi, lebih dari setengah ROM melawan gravitasi
2+
Lemah +
Full ROM tanpa pengaruh gravitasi, kurang dari setengan ROM melawan gravitasi
2
Lemah
Full ROM tanpa pengaruh gravitasi
2-
Lemah -
Parsial ROM tanpa pengaruh gravitasi
1
Sangat Lemah
Sedikit kontraksi (Inspeksi atau Palpasi), tanpa ada gerakan sendi
0
Tidak ada kekuatan sama sekali
Tidak ada kontraksi sama sekali




No comments:

Post a Comment