KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan protap tentang ”Penatalaksanaan Elektroterapidan Sumber Fisis
Modalitas Ultrasound” ini dalam waktu yang telah ditentukan.
Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada
Baginda Rasulullah SWA yang telah mengubah zaman sehingga kita dapat menentukan
yang Haq dan yang Batil.
Dengan adanya penulisan laporan ini semoga dapat
membantu dalam pembelajaran dan bisa menyelesaikan masalah masalah khususnya
dalam lingkup mata kuliah Elektroterapi dan Sumber Fisis.
Penyusun,
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1. PENDAHULUAN 1
A.
Latar Belakang……………………………………………………………… 1
B.
Rumusan Masalah…………………………………………………………. 1
C.
Tujuan Program……………………………………………………………. 2
BAB 2. PEMBAHASAN……………………………………………………… 3
A.
Definisi Ultrasound…………………………………………………………..3
B.
Fisika Dasar Ultrasound……………………………………………………
3
C.
Biofisika Ultrasound…………………………………………………………5
D.
Neurofisilogi Ultrasound……………………………………………………7
E.
Efek-efek Ultrasound Dalam Jaringan
Tubuh…………………………...11
F.
Indikasi dan Kontraindikasi Ultrasound…………………………………
.13
G.
Metode Teknik Ultrasound………………………………………………
.14
H. Praktek
Ultrasound………………………………………………………..17
BAB 3. PENUTUP……………………………………………………………..18
A.
Kesimpulan……………………………………………………………….…18
B.
Saran ……………………………………………………………………….18
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………19
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bunyi/suara
adalah peristiwa getaran mekanik dengan bentuk gelombang longitudinal yang
berjalan melalui medium tertentu dengan frekuensi yang variable. Berdasarkan
frekuensinya bunyi/suara dibagi menjadi : infrasonic (<20 Hz), audiosonik
(20-20000 Hz) dan Ultrasonik (>20.000 Hz)
Dalam dunia medis
Gelombang Ultrasonic digunakan untuk berbagai tujuan , antara lain :
1.
Diagnosis, misalnya “Doppler Blood Flow”
(frekuensi 5-10 MHz, intensitas 2013 mW/cm2)
2.
Pembedahan, misalnya penghancuran batu
kandung kencing (frekuensi 0,10 MHz, intensitas 20-100 W/cm2)
3.
Teraupetik, disebut juga ultrasound therapy
(frekuensi 0,7 MHz - 3 MHz)

B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana fisika dasar (FIDE) dari Ultrasound?
2.
Bagaimana biofisika (BIFOR) dari Ultrasound?
3.
Bagaimana neurofisiologi (NEFRO) dari Ultrasound?
4.
Bagaimana efek dari Ultrasound?
5.
Bagaimana indikasi dan kontraindikasi dari Ultrasound
6.
Bagaimana metode teknik Ultrasound
7.
Bagaimana menerapkan modalitas Ultrasound
C.
Tujuan
Mampu menjelaskan dan
menerapkan Ultrasound sebagai salah
satu modalitas elektro terapi.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Defenisi
Terapi ultrasound adalah metode pengobatan
yang menggunakan teknologi ultrasound atau gelombang suara untuk merangsang
jaringan tubuh yang mengalami kerusakan.
- Fisika Dasar
1.
Getaran

Gerak bolak-balik massa secara periodik
melalui titik keseimbangan. Dapat frekuensi tunggal / getaran tunggal dan
ganda.
a. Periode
: Waktu yg diperlukan o/ benda u/ melakukan 1 getaran sempurna, dari 1 titik –
ke titik yg sama (Cycle)
b. Frekuensi
: Banyaknya getaran yg dilakukan o/ benda dlm waktu 1 detik
c. Amplitudo
: Simpangan terbesar, jarak terjauh dari kedudukan seimbang.
|

2.
Gelombang
Gelombang :
Perambatan getaran dari satu titik ke titik yang lain tanpa diikuti oleh
perpindahan materi / zat yang dilaluinya.
a.
Gelombang merupakan perpindahan Energi
Terarah
b.
Panjang Gelombang : Jarak yang ditempuh oleh Gelombang
dalam 1 periode.
c.
|
|
3.
Bentuk gelombang
a.
Gelombang transversal
Arah
rambatan tegak lurus terhadap arah
getaran
1) Satu
gelombang transversal terdiri atas 3
simpul (perut) yg berurutan, mempunyai gunung & lembah Gel.
2)
Merambat dgn baik pd zat padat & zat cair
b.
Gelombang longitudinal
Gelombang
Longitudinal : Arah rambatannya berimpit terhadap arah getaran.
Terdiri
atas 2 rapatan & 2 renggangan (Compression & Refraction) yg berurutan.
4. Bundel/berkas
gelombang US dibedakan atas dua bagian (2 zone) :
a.
Area konvergen/Nier Field (Fresnel zone)
1) Variasi
intensitas besar karena terjadi gejala interferensial
tidak homogen yang tinggi.
2) Bentuk
bundel : Konvergensi
3) Penyebaran
berkas lebih terpusat
b.
Area divergen/Distance Field/Far field (Fraunhofer zone)
1) Variasi
intensitas kecil, karena gejala interferensial relatif
homogen.
2) Bentuk
bundel berkas Divergensi
3) Penyebaran
berkas lebih menyebar
Panjang
area konvergen tergantung dari diameter tranduser dan panjang gelombang. Untuk penggunaan
tranduser 1 MHz dengan diameter 5 cm, panjang area konvergen kira-kira 10 cm,
dan yang diameter 1 cm, panjang area konvergen kira-kira 2 cm. Sedangkan untuk
tranduser 3 MHz mempunyai area konvergen yang panjangnya 3 kali lebih panjang dibanding
area konvergen 1 MHz, karena panjang gelombang 3 MHz lebih pendek dibanding 1
MHz.
Akibat
dari fenomena interferensi yang terdapat di area konvergen dapat menimbulkan
terjadinya lipatan intensitas/intensity
peaks yang besarnya 5 s/d 10 kali, bahkan pada beberapa kasus dapat terjadi
30 kali lebih tinggi dari nilai intensitas yang ditentukan. (semakin besar intensity peaks, semakin besar kemampuan
merusak jaringan)
Gejala yang tidak homogen tersebut
dikenal dengan Beam Non-univormity Ratio (BNR), oleh karena itu nilai BNR harus
selalu tertera pada setiap tranduser. BNR normal = 4 – 6 (tiap 1 watt,
intensitas ultrasound terjadi 4 – 6 kali intensity
peaks). Oleh karena itu, selama terapi Ultrasound, tranducer harus selalu
bergerak secara transversal pada jaringan yang diobati. Jika secara circle terjadi peningkatan intensity peaks.
C. Biofisika
1.
Sifat-sifat dari gelombang suara
Karakter gelombang ultrasound
adalah longitudinal, dengan kata lain arah penyebarannya searah dengan arah
getaran. Untuk dapat menyebarkan getaran longitudinal ini membutuhkan suatu
medium yang elastis. Pada prinsipnya semua medium adalah elastis kecuali hampa
udara. Gelombang longitudinal ini menimbulkan peregangan dan pemampatan di
dalam medium dimana jarak antara keduanya adalah ½ panjang gelombang, oleh
karena itu timbullah variasi tekanan di dalam medium. Yang dimaksud medium
disini adalah coupling medium dan jaringan tubuh dimana energi ultrasound
menyebar.
2.
Panjang gelombang ultrasound
Mengingat bahwa
frekuensi pada mesin Ultrasound telah dibuat tetap dan kecepatan penyebaran
ditentukan oeh medium, maka panjang gelombang juga tergantung pada medium.
3.
Kerapatan massa dari sebuah medium
Merupakan besaran
materi yang dinyatakan dalam kg/m3. Bersama-sama dengan impedan
akustik spesifik (Zs) menentukan tahanan (resistance) dalam jaringan terhadap
gelombang ultrasound. Kerapatan massa juga menentukan kecepatan penyebaran.
Semakin rapat kerapatan massa, semakin cepat kecepatan penyebaran.
4.
Impedan akustik spesifik (Zs)
Impedan akustik
spesifik merupakan besaran materi yang tergantung pada kerapatan massa dan
kecepatan penyebaran. Yang dinyatakan dalam satuan kg/m2.
5.
Kompresi dan ekspansi dari suatu benda
Dengan frekuensi yang
sama pada ultrasound, yaitu kira-kira 1.000.000 kali tiap menit medium jaringan
dipadatkan (kompresi) dan diregangkan (ekspansi). Jarak antara titik pada saat
ditekan (overpressure) dan pada saat tidak ditekan (underpressure) adalah
setengah panjang gelombang.

Gambar 1. Ultrasound berjalan melalui soft
tissue sebagai gelombang longitudinal dengan adanya area kompresi dan ekspansi.
Gelombang transversal ditemukan di tulang (Prentice, 2002)
6. Refleksi gelombang ultrasound
Refleksi
gelombang ultrasound terjadi di perbatasan antara dua jaringan. Banyaknya
energy yang dipantulkan adalah tergantung Zs dari berbagai media. Semakin dekat
dengan kaki, refleksinya menjadi lebih kecil. Gelombang US yang sudah masuk
tubuh tidak dapat keluar lagi Ã
100% refleksi dari udara
a. Penetrasi
1 MHz > dlm 3 MHz, krn 3 MHz gelombangnya banyak diabsorbsi
di permukaan / Superfisial
b. HVD
= Half Value Distance.
Gelombang US sebagian diserap oleh
Jaringan yang dilewati, sehingga ½ intensitas yang tinggal pada jarak tertentu
7.
Penyebaran gelombang ultrasound
Penyebaran gelombang
ultrasound di dalam tubuh timbul oleh karena adanya 2 fenomena yaitu :
a.
Adanya divergensi di area divergen
b.
Refleksi
8.
Pengaruh kecepatan penyebaran gelombang
ultrasound
Penetrasi ultrasound 1 MHz lebih dalam
dibandingkan 3 MHz
Frekuensi
|
Panjang gelombang
|
1 MHz
|
1,5 mm dalam jaringan
lunak
|
3,0 mm dalam jaringan
tulang
|
|
3 MHz
|
0,5 mm dalam jaringan
lunak
|
1,0 mm dalam jaringan
tulang
|
9.
Penyerapan dan penetrasi ultrasound
Jika energi
ultrasound masuk ke dalam jaringan tubuh, maka efek pertama yang dapat
diharapkan adalah efek biologis, jika energy ini diserap oleh jaringan tubuh,
semakin dalam gelombang ultrasound tersebut masuk ke dalam tubuh, maka
intensitasnya akan semakin berkurang.
Penetrasi
terdalam dimana efek teraupetik masih diharapkan yang merupakan suatu titik
dimana intensitas ultrasound yang diberikan masih tersisa 10% disebut penetration depth.
10.
Coupling
medium (contact medium)
Diperlukan
sebagai media penghantar gelombang ultrasound untuk masuk ke dalam jaringan tubuh.
Syarat coupling medium yaitu Zs coupling medium sama dengan Zs tranducer.
- Neurofisiologi
1. Tipe-tipe
saraf
Tipe Saraf ( Hunt )
a. Tipe
Saraf Ia : Tonus
b. Tipe
Saraf Ib : golgi tendon (protective overload)
c. Tipe
Saraf II : bermyelin tebal, pain dumping raba, tekan sedang
d. Tipe
Saraf IIIa: bermyelin sedang, pain dumping reaksi radang kronik
e. Tipe
Saraf IIIb : bermyelin tipis, Nosiseptor radang kronik
f. Tipe
Saraf IV
a, b, c : bermyelin tipis, Nosiseptor reaksi radang akut & subakut.
Tipe Serabut Saraf (Erlanger &
Gusser) Ã
Motorik
Jenis Serabut
|
D`iameter
|
Cepat Hantar
|
Lama Defleksi Tajam (Mill.Oem)
|
Lama After Pot Negatif
|
Lama After Pot Positif
|
Fungsi
|
A ( α )
|
13 - 22
|
70 - 120
|
0,4 - 0,5
|
12 - 20
|
40 - 60
|
Motorik - Proprio ceptor otot
|
A ( β )
|
8 - 13
|
40 – 70
|
0,4 - 0,6
|
?
|
?
|
Raba tekan kinestesi
|
A ( γ )
|
4 - 8
|
15 - 40
|
0,5 - 0,7
|
?
|
?
|
Raba, motorik Muscles Spindle
|
A ( δ
)
|
1 - 4
|
5 - 15
|
0,6 - 1
|
?
|
?
|
Nyeri, panas/ dingin, Tek
|
B
|
1 - 3
|
3 - 14
|
12,5
|
-
|
100 - 300
|
Otonom Pra Ganglion
|
C
|
0,2 - 0,1
|
0,2 - 2
|
2,00
|
50 - 40
|
3000- 1000
|
Nyeri,gatal, panas /dingin, tekanan, pasca
ganglion
|
2. Pain
suppressor dan depressor (Pain Dumping)
Adalah istilah yang berhubungan pencetus nyeri (
Supressor ) dan Penekan Nyeri ( Depressor)

3. Micro
Tissue Damage (MTD)

Triple response
adalah munculnya reaksi kulit yang ditandai dengan warna kemerahan (red
reaction) yang kemudian 5-30 detik setelahnya diikuti oleh perluasan warna
kemerahan tadi akibat dilatasi arteriol (flare) dan selanjutnya terjadi
pembengkakan setempat (wheal). Reflex ini disebabkan oleh respon dari reflex
axon yang merupakan reflex impuls yang terbentuk pada saraf-saraf sensoris
menghantarkan impulsnya secara antidromik pada cabang-cabang lain dari saraf
sensoris tersebut. Triple respon dari saraf sensorik di kulit akan dihantarkan
secara antidromik ke cabang yang mempersarafi pembuluh darah sehingga timbul
perubahan permeabilitas pembuluh darah setempat.
Jika terjadi lesi pada suatu jaringan
tertentu akan timbul hiperalgesi primer di sekitar lesi,kemudian diikuti oleh
hiperalgesia sesegment akibat refleks aksonal yang mengaktifkan zat P ( P
Substance ) sebesar 80% di daerah lesi
dan 20 % menuju lamina cornu posterior medulla spinalis yang sesegmen
dengan daerah lesi. Reaksi Zat P bersama neurotransmitter lainnya (
Histamin,Bradikinin,Prostaglandin) merupakan kelompok senyawa amin yang ikut
berperan dalam reaksi radang oleh karena adanya stimulasi mekanis,elektris
maupun stimulasi chemis. Reaksi zat P tersebut dapat bersifat vascular dan
seluler yang memacu induksi proliferasi fibroblast pada fase pembentukan
jaringan colagen sebagai proses
regenerasi awal yang dimulai sejak 24-36
jam pertama .
4.
Gate Control
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965)
mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme
pertahanan di sepanjang sistem saraf . Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri
dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah
pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori
menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan
serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron Aδ dan C melepaskan substansi P untuk mentranmisi
impuls melalui mekanisme pertahanan. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke
otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri.
Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin,
suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini
menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P.

5. Piezo
Electric Charges

- Efek-efek Ultrasound Dalam Jaringan Tubuh
1. Micro
Massage (Efek Mekanik) :
a. Perubahan
volume cell 0,02 %
b. Peningkatan
permeabilitas membran sel jaringan
c. Peningkatan
proses metabolik lokal
1) Semua
efek US (Ultrasound) timbul dr Micro Massage
2) Efek
US dapat menguntungkan dan sebaliknya, tergantung pada :
-
Frekuensi yg dipilih 1 – 3 MHz
-
Besarnya Intensitas yang digunakan
-
Pemilihan IUS – CUS
d. Peningkatan
suhu jaringan
1) Panas tiap jaringan tidak sama, bergantung pada :
-
Bentuk aplikasi CUS – IUS
-
Besarnya intensitas yang dipilih
-
Lamanya terapi
- Koefisien
absorbsi tiap jaringan
2) Lehmann mengemukakan bahwa pemberian US dengan dosis 1
watt/cm2 ERA secara kontinu dalam otot akan menaikkan temperature
sebesar 0,07°C/detik.
3) Peningkatan temperature dalam jaringan lunak sangat
kecil dibanding di sendi meski letak sendi lebih dalam.
2. Energi
US, mendepolarisasikan serabut saraf afferent :
-
Reflextoar
-
Peningkatan tremosensor kulit
- Efek
langsung & tidak langsung lokal segmental
3. Efek-efek
biologis
a. meningkatkan
sirkulasi darah
b. Relaksasi
otot
c. Meningkatkan
permeabilitas membrane sel
d. Meningkatkan
kemampuan regenerasi jaringan
- meningkatkan
reflekstoar
- menurunkan
nyeri kronik
e. Menurunkan
rasa nyeri
4. Efek-efek
yang lain
a. Kerusakan
jaringan (coagulase-cavitasi)
b. Keguguran
c. Anoreksia
d. Obstivasi,
dll
- Indikasi dan Kontraindikasi Ultrasound
Luas area dan kedalaman penetrasi Ultrasound terbatas (±
5 cm)
1. Indikasi
a. Cedera
Jar. setelah 36 jam : tulang, sendi, otot & Jaringan Lunak lainnya.
b. Nyeri
kronik cedera jaringan
c. Fraktur
yg reparasi lambat, dgn US reabsorbsi calsium
proses penyambungan. Fraktur yg reparasi normal,
tdk diberi US tepat di atas fraktur.
d. RA,
OA, Artrosis, Bursitis, Capsulitis, Tendinitis
e. Gangguan
saraf :
-
Entrapment Neuropathy
-
Pantom Pain
f. Gangguan
sirkulasi darah
1)
Burger, Raynola Disease
2)
Sudex Dystrofi
3)
Oedem
g. Penyakit2
organ dalam
Kondisi Trigger Point via
Reflextoar Ã
sec. segmental
h. Kelainan2
kulit
1) Jaringan
Parut (Pasca Bedah)
2) Comedo
(Jerawat)
i. Dupuytren
Contracture
j. Luka
yg sulit sembuh (Reflextoar)
2. Kontraindikasi
a. Absolut Kontra Indikasi à sama dgn HFC 27 MHz
1)
Mata
2)
Jantung Ã
perubahan aksi potensial listrik jantung
3)
Uterus yg hamil
4)
Ujung tulang rawan sendi <
18 thn (CUS)
5)
Testis
b. Relatif Kontra Indikasi :
1)
Post Laminectomi
2)
Hyposensasi
3)
Endo Prothesis
4)
Kondisi yg mudah berdarah
5)
Tumor ganas
6)
Sepsis
7)
Post Traumatic < 36
jam
8)
Thrombo Phlebitis
- Metode Teknik Ultrasound
1. Metode
aplikasi
1. Kontak
langsung
Cara ini paling banyak digunakan. Untuk mendapatkan
kontak yang sempurna antara tranduser dengan kulit doperlukan kontak medium. Syarat
coupling medium adalah :
1)
Dalam keadaan tertentu harus steril
2)
Tidak terlalu cair
3)
Tidak menyebabkan plek
4)
Tidak menimbulkan iritasi pada kulit
5)
Mudah menghantarkan gelombang ultrasound
6)
Transparan .
Kontak medium yang banyak dipakai
adalah:
- oils
- Water-oil emulsions
- aqueous-gels
- ointments (pasta)
b.
Kontak tidak langsung
1) sub-aqual
(dalam air)
2) water
pillow
2. Tranduser
dapat digerakkan secara dinamis dan statis
1. Tranduser
digerakkan terus menerus selama terapi. Gerakan tersebut dapat berupa gerakan
membujur (longitudinal), gerakan melintang dari jaringan yang diobati atau
gerak melingkar seperti spiral. Tranduser harus tetap bergerak meskipun area
yang diobati kecil. Gerakan tranduser harus ritmis, pelan dan tekanan terhadap
kulit tidak boleh terlalu keras.
2. Statis
Metode ini jarang sekali digunakan
karena bahaya timbulnya kerusakan jaringan atau cavitasi sangat besar meskipun
diberikan dengan intensitas rendah sedangkan metode sub-aqual, tranduser dapat
didiamkan pada sebuah jarak di luar area konvergen.
3. Penentuan
dosis
Dosis merupakan hasil perkalian antara
intensitas dan lamanya terapi (waktu)
a.
Intensitas dinyatakan dalam satuan W/cm2
Pendapat para Ahli
:
1) Lehmann : Intensitas harus tinggi (max)
2) Edell : Intensitas harus rendah (minimal)
3) Conradi
: Intensitas 0,6 watt/cm2 ERA sdh cukup
a) CUS (Continuous
Ultrasound) max = 3 watt/cm2 ERA
- <
0,3 W/cm2 merupakan intensitas yang rendah
- 0,3
– 1,2 W/cm2 merupakan intensitas yang sedang
- 1,2
- 3 W/cm2 merupakan intensitas yang tinggi
b) IUS (Intermittent Ultrasound) max = 5 watt/cm2
ERA
Intensitas
1 watt/cm2 ERA dalam posisi 1:5 IUS adalah sama dengan 0,2 watt/cm2
pada CUS.

- CUS max = 5 x 3 W/cm2 = 15 W/cm2
- IUS
max = 5 x 5 W/cm2 = 25
W/cm2
b. Lamanya
terapi tergantung paad luas permukaan dari daerah yang diterapi dan juga luas
dari permukaan treatment head (ERA
tranducer) yang digunakan. Menurut Lehmenn maksimal lamanya terapi adalah 15
menit pada daerah seluas 75 – 100 cm2 dengan treatment head yang besar. Sebagai pedoman yang kita gunakan bahwa
permukaan seluas 1 cm2 membutuhkan waktu minimal satu menit.
c. Frekuensi
terapi
1) Aktualitas
tinggi, US tiap hari satu kali
2) Aktualitas
rendah, US 2 – 3 kali seminggu.
d. Selama
terapi US, tdk boleh :
- Rasa nyeri
- Rasa panas
- Pusing
- Vegetatif Reflextoar
Jika
terjadi hal di atas, maka terapi berikutnya intensitas harus dikurangi.
4. Prosedur
aplikasi
1.
Sebelum terapi
1) Lakukan
anamnesis dan pemeriksaan dengan memperhatikan indikasi dan kontraindikasi
terapi US
2) Menentukan
metode dan teknik US sesuai dengan hasil pemeriksaan dan problem pasien
3) Memberikan
penjelasan kepada pasien tentang prosedur terapi beserta tujuannya.
4) Posisikan
pasien dalam keadaan rileks dan nyaman tanpa adanya rasa sakit
5) Daerah
yang diterapi harus dibersihkan terlebih dahulu, dapat dengan sabun atau
alcohol 70%
6) Rambut
yang terlalu lebat sebaiknya dicukur.
2.
Selama terapi
1) Menyetel
parameter pada mesin US sesuai dosis yang dipilih
2) Tranducer
ditempatkan pada daerah yang diterapi
3) Gerakkan
tranducer dengan irama yang teratur dengan pelan
4) Harus
selalu menyakan kepada pasien tentang apa yang dirasakan.
3.
Sesudah terapi
1) Mesin
dimatikan
2) Bersihkan
tranducer dan daerah yang telah diterapi dengan tissue/handuk.
3) Bersihkan
tranducer dengan alcohol 70%
4) Kontrol
efek-efek yang diharapkan (misalnya : nyeri, sirkulasi, mobiliti). Dan
sekaligus perhatikan pula efek-efek samping yang mungkin timbul
5) Lakukan
evaluasi
H.
Praktek
1.
Persiapan alat
2.
Persiapan pasien
3.
Teknik pelaksanaan
4.
Evaluasi.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
- KESIMPULAN
1. Gelombang
Ultra Sonik yg digunakan untuk terapi FT memerlukan Media Elastis
sebagai mediumnya.
2. Pancaran
Gelombang Ultra Sonik didapat dengan cara memberikan “Beda Potensial ” pada
Bahan Piezo Electric (bahan Electro Acustics), berupa :
- Cristal Quarts
- Barium Titanat,
sehingga terjadi getaran & oscillasi, yakni perubahan
bentuk secara beraturan & berurutan yang dapat menggetar-kan partikel
kemudian memancarkan Gelombang Ultra Sonik.
3. Terapeutic
Effect dapat terjadi jika Gelombang US diserap oleh jaringan yang dilaluinya.
- SARAN
1.
Selama terapi US, tidak boleh :
- Rasa nyeri
- Rasa panas
- Pusing
- Vegetatif Reflextoar
Jika
terjadi hal di atas, maka terapi berikutnya intensitas harus
dikurangi/dihentikan.
2.
Perhatikan Dosis, indikasi dan kontraindikasi
selama menggunakan modalitas US.
DAFTAR PUSTAKA
Roger
M Nelson dan Dean P Currier Clinical
electrotherapy (1991)
M J Turlough Fitzgerald,
Gregory Gruener, dan Estomih Mtui Clinical
neuroanatomy and neuroscience (2007)
Djohan
Aras. 2015. Cara Belajar Elektroterapi. Makassar
Djohan Aras. 2013. Elektroterapi untuk
Fisioterapi. Makassar
Hilary
Wadsworth, dan A. P. P chanmugam Electrophysical
agents in phisioterapy (1988)
Koelmanns
Fysiodiagnostik Fysiotherapie (1989)
Michel
selzer, stephanie clarke, et al Neural
repair in rehabilitation (2006)
Goodmant, Saunders
Pathology (1998)
Michelle
H Cameron Physical agents in rehabilitation (2009)
Djohan
Aras Proses dan Pengukuran Fisioterapi (2013)
Steven
D waldman Physical Diagnosis of pain
(2012)
Andrew
Allen Physical therapy research (2000)
Dr.
C K Giam, dan Dr. K C The Sport Medicine Exercise and Fitness (1988)
Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI Sumber Fisis (1993)
William
E Prentice Theraupetic Modalities For Physiotherapist (2002)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan protap tentang ”Penatalaksanaan Elektroterapidan Sumber Fisis
Modalitas Ultrasound” ini dalam waktu yang telah ditentukan.
Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada
Baginda Rasulullah SWA yang telah mengubah zaman sehingga kita dapat menentukan
yang Haq dan yang Batil.
Dengan adanya penulisan laporan ini semoga dapat
membantu dalam pembelajaran dan bisa menyelesaikan masalah masalah khususnya
dalam lingkup mata kuliah Elektroterapi dan Sumber Fisis.
Penyusun,
Muh. Amin
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1. PENDAHULUAN 1
A.
Latar Belakang……………………………………………………………… 1
B.
Rumusan Masalah…………………………………………………………. 1
C.
Tujuan Program……………………………………………………………. 2
BAB 2. PEMBAHASAN……………………………………………………… 3
A.
Definisi Ultrasound…………………………………………………………..3
B.
Fisika Dasar Ultrasound……………………………………………………
3
C.
Biofisika Ultrasound…………………………………………………………5
D.
Neurofisilogi Ultrasound……………………………………………………7
E.
Efek-efek Ultrasound Dalam Jaringan
Tubuh…………………………...11
F.
Indikasi dan Kontraindikasi Ultrasound…………………………………
.13
G.
Metode Teknik Ultrasound………………………………………………
.14
H. Praktek
Ultrasound………………………………………………………..17
BAB 3. PENUTUP……………………………………………………………..18
A.
Kesimpulan……………………………………………………………….…18
B.
Saran ……………………………………………………………………….18
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………19
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bunyi/suara
adalah peristiwa getaran mekanik dengan bentuk gelombang longitudinal yang
berjalan melalui medium tertentu dengan frekuensi yang variable. Berdasarkan
frekuensinya bunyi/suara dibagi menjadi : infrasonic (<20 Hz), audiosonik
(20-20000 Hz) dan Ultrasonik (>20.000 Hz)
Dalam dunia medis
Gelombang Ultrasonic digunakan untuk berbagai tujuan , antara lain :
1.
Diagnosis, misalnya “Doppler Blood Flow”
(frekuensi 5-10 MHz, intensitas 2013 mW/cm2)
2.
Pembedahan, misalnya penghancuran batu
kandung kencing (frekuensi 0,10 MHz, intensitas 20-100 W/cm2)
3.
Teraupetik, disebut juga ultrasound therapy
(frekuensi 0,7 MHz - 3 MHz)

B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana fisika dasar (FIDE) dari Ultrasound?
2.
Bagaimana biofisika (BIFOR) dari Ultrasound?
3.
Bagaimana neurofisiologi (NEFRO) dari Ultrasound?
4.
Bagaimana efek dari Ultrasound?
5.
Bagaimana indikasi dan kontraindikasi dari Ultrasound
6.
Bagaimana metode teknik Ultrasound
7.
Bagaimana menerapkan modalitas Ultrasound
C.
Tujuan
Mampu menjelaskan dan
menerapkan Ultrasound sebagai salah
satu modalitas elektro terapi.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Defenisi
Terapi ultrasound adalah metode pengobatan
yang menggunakan teknologi ultrasound atau gelombang suara untuk merangsang
jaringan tubuh yang mengalami kerusakan.
- Fisika Dasar
1.
Getaran

Gerak bolak-balik massa secara periodik
melalui titik keseimbangan. Dapat frekuensi tunggal / getaran tunggal dan
ganda.
a. Periode
: Waktu yg diperlukan o/ benda u/ melakukan 1 getaran sempurna, dari 1 titik –
ke titik yg sama (Cycle)
b. Frekuensi
: Banyaknya getaran yg dilakukan o/ benda dlm waktu 1 detik
c. Amplitudo
: Simpangan terbesar, jarak terjauh dari kedudukan seimbang.
|

2.
Gelombang
Gelombang :
Perambatan getaran dari satu titik ke titik yang lain tanpa diikuti oleh
perpindahan materi / zat yang dilaluinya.
a.
Gelombang merupakan perpindahan Energi
Terarah
b.
Panjang Gelombang : Jarak yang ditempuh oleh Gelombang
dalam 1 periode.
c.
|
|
3.
Bentuk gelombang
a.
Gelombang transversal
Arah
rambatan tegak lurus terhadap arah
getaran
1) Satu
gelombang transversal terdiri atas 3
simpul (perut) yg berurutan, mempunyai gunung & lembah Gel.
2)
Merambat dgn baik pd zat padat & zat cair
b.
Gelombang longitudinal
Gelombang
Longitudinal : Arah rambatannya berimpit terhadap arah getaran.
Terdiri
atas 2 rapatan & 2 renggangan (Compression & Refraction) yg berurutan.
4. Bundel/berkas
gelombang US dibedakan atas dua bagian (2 zone) :
a.
Area konvergen/Nier Field (Fresnel zone)
1) Variasi
intensitas besar karena terjadi gejala interferensial
tidak homogen yang tinggi.
2) Bentuk
bundel : Konvergensi
3) Penyebaran
berkas lebih terpusat
b.
Area divergen/Distance Field/Far field (Fraunhofer zone)
1) Variasi
intensitas kecil, karena gejala interferensial relatif
homogen.
2) Bentuk
bundel berkas Divergensi
3) Penyebaran
berkas lebih menyebar
Panjang
area konvergen tergantung dari diameter tranduser dan panjang gelombang. Untuk penggunaan
tranduser 1 MHz dengan diameter 5 cm, panjang area konvergen kira-kira 10 cm,
dan yang diameter 1 cm, panjang area konvergen kira-kira 2 cm. Sedangkan untuk
tranduser 3 MHz mempunyai area konvergen yang panjangnya 3 kali lebih panjang dibanding
area konvergen 1 MHz, karena panjang gelombang 3 MHz lebih pendek dibanding 1
MHz.
Akibat
dari fenomena interferensi yang terdapat di area konvergen dapat menimbulkan
terjadinya lipatan intensitas/intensity
peaks yang besarnya 5 s/d 10 kali, bahkan pada beberapa kasus dapat terjadi
30 kali lebih tinggi dari nilai intensitas yang ditentukan. (semakin besar intensity peaks, semakin besar kemampuan
merusak jaringan)
Gejala yang tidak homogen tersebut
dikenal dengan Beam Non-univormity Ratio (BNR), oleh karena itu nilai BNR harus
selalu tertera pada setiap tranduser. BNR normal = 4 – 6 (tiap 1 watt,
intensitas ultrasound terjadi 4 – 6 kali intensity
peaks). Oleh karena itu, selama terapi Ultrasound, tranducer harus selalu
bergerak secara transversal pada jaringan yang diobati. Jika secara circle terjadi peningkatan intensity peaks.
C. Biofisika
1.
Sifat-sifat dari gelombang suara
Karakter gelombang ultrasound
adalah longitudinal, dengan kata lain arah penyebarannya searah dengan arah
getaran. Untuk dapat menyebarkan getaran longitudinal ini membutuhkan suatu
medium yang elastis. Pada prinsipnya semua medium adalah elastis kecuali hampa
udara. Gelombang longitudinal ini menimbulkan peregangan dan pemampatan di
dalam medium dimana jarak antara keduanya adalah ½ panjang gelombang, oleh
karena itu timbullah variasi tekanan di dalam medium. Yang dimaksud medium
disini adalah coupling medium dan jaringan tubuh dimana energi ultrasound
menyebar.
2.
Panjang gelombang ultrasound
Mengingat bahwa
frekuensi pada mesin Ultrasound telah dibuat tetap dan kecepatan penyebaran
ditentukan oeh medium, maka panjang gelombang juga tergantung pada medium.
3.
Kerapatan massa dari sebuah medium
Merupakan besaran
materi yang dinyatakan dalam kg/m3. Bersama-sama dengan impedan
akustik spesifik (Zs) menentukan tahanan (resistance) dalam jaringan terhadap
gelombang ultrasound. Kerapatan massa juga menentukan kecepatan penyebaran.
Semakin rapat kerapatan massa, semakin cepat kecepatan penyebaran.
4.
Impedan akustik spesifik (Zs)
Impedan akustik
spesifik merupakan besaran materi yang tergantung pada kerapatan massa dan
kecepatan penyebaran. Yang dinyatakan dalam satuan kg/m2.
5.
Kompresi dan ekspansi dari suatu benda
Dengan frekuensi yang
sama pada ultrasound, yaitu kira-kira 1.000.000 kali tiap menit medium jaringan
dipadatkan (kompresi) dan diregangkan (ekspansi). Jarak antara titik pada saat
ditekan (overpressure) dan pada saat tidak ditekan (underpressure) adalah
setengah panjang gelombang.

Gambar 1. Ultrasound berjalan melalui soft
tissue sebagai gelombang longitudinal dengan adanya area kompresi dan ekspansi.
Gelombang transversal ditemukan di tulang (Prentice, 2002)
6. Refleksi gelombang ultrasound
Refleksi
gelombang ultrasound terjadi di perbatasan antara dua jaringan. Banyaknya
energy yang dipantulkan adalah tergantung Zs dari berbagai media. Semakin dekat
dengan kaki, refleksinya menjadi lebih kecil. Gelombang US yang sudah masuk
tubuh tidak dapat keluar lagi Ã
100% refleksi dari udara
a. Penetrasi
1 MHz > dlm 3 MHz, krn 3 MHz gelombangnya banyak diabsorbsi
di permukaan / Superfisial
b. HVD
= Half Value Distance.
Gelombang US sebagian diserap oleh
Jaringan yang dilewati, sehingga ½ intensitas yang tinggal pada jarak tertentu
7.
Penyebaran gelombang ultrasound
Penyebaran gelombang
ultrasound di dalam tubuh timbul oleh karena adanya 2 fenomena yaitu :
a.
Adanya divergensi di area divergen
b.
Refleksi
8.
Pengaruh kecepatan penyebaran gelombang
ultrasound
Penetrasi ultrasound 1 MHz lebih dalam
dibandingkan 3 MHz
Frekuensi
|
Panjang gelombang
|
1 MHz
|
1,5 mm dalam jaringan
lunak
|
3,0 mm dalam jaringan
tulang
|
|
3 MHz
|
0,5 mm dalam jaringan
lunak
|
1,0 mm dalam jaringan
tulang
|
9.
Penyerapan dan penetrasi ultrasound
Jika energi
ultrasound masuk ke dalam jaringan tubuh, maka efek pertama yang dapat
diharapkan adalah efek biologis, jika energy ini diserap oleh jaringan tubuh,
semakin dalam gelombang ultrasound tersebut masuk ke dalam tubuh, maka
intensitasnya akan semakin berkurang.
Penetrasi
terdalam dimana efek teraupetik masih diharapkan yang merupakan suatu titik
dimana intensitas ultrasound yang diberikan masih tersisa 10% disebut penetration depth.
10.
Coupling
medium (contact medium)
Diperlukan
sebagai media penghantar gelombang ultrasound untuk masuk ke dalam jaringan tubuh.
Syarat coupling medium yaitu Zs coupling medium sama dengan Zs tranducer.
- Neurofisiologi
1. Tipe-tipe
saraf
Tipe Saraf ( Hunt )
a. Tipe
Saraf Ia : Tonus
b. Tipe
Saraf Ib : golgi tendon (protective overload)
c. Tipe
Saraf II : bermyelin tebal, pain dumping raba, tekan sedang
d. Tipe
Saraf IIIa: bermyelin sedang, pain dumping reaksi radang kronik
e. Tipe
Saraf IIIb : bermyelin tipis, Nosiseptor radang kronik
f. Tipe
Saraf IV
a, b, c : bermyelin tipis, Nosiseptor reaksi radang akut & subakut.
Tipe Serabut Saraf (Erlanger &
Gusser) Ã
Motorik
Jenis Serabut
|
D`iameter
|
Cepat Hantar
|
Lama Defleksi Tajam (Mill.Oem)
|
Lama After Pot Negatif
|
Lama After Pot Positif
|
Fungsi
|
A ( α )
|
13 - 22
|
70 - 120
|
0,4 - 0,5
|
12 - 20
|
40 - 60
|
Motorik - Proprio ceptor otot
|
A ( β )
|
8 - 13
|
40 – 70
|
0,4 - 0,6
|
?
|
?
|
Raba tekan kinestesi
|
A ( γ )
|
4 - 8
|
15 - 40
|
0,5 - 0,7
|
?
|
?
|
Raba, motorik Muscles Spindle
|
A ( δ
)
|
1 - 4
|
5 - 15
|
0,6 - 1
|
?
|
?
|
Nyeri, panas/ dingin, Tek
|
B
|
1 - 3
|
3 - 14
|
12,5
|
-
|
100 - 300
|
Otonom Pra Ganglion
|
C
|
0,2 - 0,1
|
0,2 - 2
|
2,00
|
50 - 40
|
3000- 1000
|
Nyeri,gatal, panas /dingin, tekanan, pasca
ganglion
|
2. Pain
suppressor dan depressor (Pain Dumping)
Adalah istilah yang berhubungan pencetus nyeri (
Supressor ) dan Penekan Nyeri ( Depressor)

3. Micro
Tissue Damage (MTD)

Triple response
adalah munculnya reaksi kulit yang ditandai dengan warna kemerahan (red
reaction) yang kemudian 5-30 detik setelahnya diikuti oleh perluasan warna
kemerahan tadi akibat dilatasi arteriol (flare) dan selanjutnya terjadi
pembengkakan setempat (wheal). Reflex ini disebabkan oleh respon dari reflex
axon yang merupakan reflex impuls yang terbentuk pada saraf-saraf sensoris
menghantarkan impulsnya secara antidromik pada cabang-cabang lain dari saraf
sensoris tersebut. Triple respon dari saraf sensorik di kulit akan dihantarkan
secara antidromik ke cabang yang mempersarafi pembuluh darah sehingga timbul
perubahan permeabilitas pembuluh darah setempat.
Jika terjadi lesi pada suatu jaringan
tertentu akan timbul hiperalgesi primer di sekitar lesi,kemudian diikuti oleh
hiperalgesia sesegment akibat refleks aksonal yang mengaktifkan zat P ( P
Substance ) sebesar 80% di daerah lesi
dan 20 % menuju lamina cornu posterior medulla spinalis yang sesegmen
dengan daerah lesi. Reaksi Zat P bersama neurotransmitter lainnya (
Histamin,Bradikinin,Prostaglandin) merupakan kelompok senyawa amin yang ikut
berperan dalam reaksi radang oleh karena adanya stimulasi mekanis,elektris
maupun stimulasi chemis. Reaksi zat P tersebut dapat bersifat vascular dan
seluler yang memacu induksi proliferasi fibroblast pada fase pembentukan
jaringan colagen sebagai proses
regenerasi awal yang dimulai sejak 24-36
jam pertama .
4.
Gate Control
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965)
mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme
pertahanan di sepanjang sistem saraf . Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri
dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah
pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori
menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan
serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron Aδ dan C melepaskan substansi P untuk mentranmisi
impuls melalui mekanisme pertahanan. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke
otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri.
Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin,
suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini
menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P.

5. Piezo
Electric Charges

- Efek-efek Ultrasound Dalam Jaringan Tubuh
1. Micro
Massage (Efek Mekanik) :
a. Perubahan
volume cell 0,02 %
b. Peningkatan
permeabilitas membran sel jaringan
c. Peningkatan
proses metabolik lokal
1) Semua
efek US (Ultrasound) timbul dr Micro Massage
2) Efek
US dapat menguntungkan dan sebaliknya, tergantung pada :
-
Frekuensi yg dipilih 1 – 3 MHz
-
Besarnya Intensitas yang digunakan
-
Pemilihan IUS – CUS
d. Peningkatan
suhu jaringan
1) Panas tiap jaringan tidak sama, bergantung pada :
-
Bentuk aplikasi CUS – IUS
-
Besarnya intensitas yang dipilih
-
Lamanya terapi
- Koefisien
absorbsi tiap jaringan
2) Lehmann mengemukakan bahwa pemberian US dengan dosis 1
watt/cm2 ERA secara kontinu dalam otot akan menaikkan temperature
sebesar 0,07°C/detik.
3) Peningkatan temperature dalam jaringan lunak sangat
kecil dibanding di sendi meski letak sendi lebih dalam.
2. Energi
US, mendepolarisasikan serabut saraf afferent :
-
Reflextoar
-
Peningkatan tremosensor kulit
- Efek
langsung & tidak langsung lokal segmental
3. Efek-efek
biologis
a. meningkatkan
sirkulasi darah
b. Relaksasi
otot
c. Meningkatkan
permeabilitas membrane sel
d. Meningkatkan
kemampuan regenerasi jaringan
- meningkatkan
reflekstoar
- menurunkan
nyeri kronik
e. Menurunkan
rasa nyeri
4. Efek-efek
yang lain
a. Kerusakan
jaringan (coagulase-cavitasi)
b. Keguguran
c. Anoreksia
d. Obstivasi,
dll
- Indikasi dan Kontraindikasi Ultrasound
Luas area dan kedalaman penetrasi Ultrasound terbatas (±
5 cm)
1. Indikasi
a. Cedera
Jar. setelah 36 jam : tulang, sendi, otot & Jaringan Lunak lainnya.
b. Nyeri
kronik cedera jaringan
c. Fraktur
yg reparasi lambat, dgn US reabsorbsi calsium
proses penyambungan. Fraktur yg reparasi normal,
tdk diberi US tepat di atas fraktur.
d. RA,
OA, Artrosis, Bursitis, Capsulitis, Tendinitis
e. Gangguan
saraf :
-
Entrapment Neuropathy
-
Pantom Pain
f. Gangguan
sirkulasi darah
1)
Burger, Raynola Disease
2)
Sudex Dystrofi
3)
Oedem
g. Penyakit2
organ dalam
Kondisi Trigger Point via
Reflextoar Ã
sec. segmental
h. Kelainan2
kulit
1) Jaringan
Parut (Pasca Bedah)
2) Comedo
(Jerawat)
i. Dupuytren
Contracture
j. Luka
yg sulit sembuh (Reflextoar)
2. Kontraindikasi
a. Absolut Kontra Indikasi à sama dgn HFC 27 MHz
1)
Mata
2)
Jantung Ã
perubahan aksi potensial listrik jantung
3)
Uterus yg hamil
4)
Ujung tulang rawan sendi <
18 thn (CUS)
5)
Testis
b. Relatif Kontra Indikasi :
1)
Post Laminectomi
2)
Hyposensasi
3)
Endo Prothesis
4)
Kondisi yg mudah berdarah
5)
Tumor ganas
6)
Sepsis
7)
Post Traumatic < 36
jam
8)
Thrombo Phlebitis
- Metode Teknik Ultrasound
1. Metode
aplikasi
1. Kontak
langsung
Cara ini paling banyak digunakan. Untuk mendapatkan
kontak yang sempurna antara tranduser dengan kulit doperlukan kontak medium. Syarat
coupling medium adalah :
1)
Dalam keadaan tertentu harus steril
2)
Tidak terlalu cair
3)
Tidak menyebabkan plek
4)
Tidak menimbulkan iritasi pada kulit
5)
Mudah menghantarkan gelombang ultrasound
6)
Transparan .
Kontak medium yang banyak dipakai
adalah:
- oils
- Water-oil emulsions
- aqueous-gels
- ointments (pasta)
b.
Kontak tidak langsung
1) sub-aqual
(dalam air)
2) water
pillow
2. Tranduser
dapat digerakkan secara dinamis dan statis
1. Tranduser
digerakkan terus menerus selama terapi. Gerakan tersebut dapat berupa gerakan
membujur (longitudinal), gerakan melintang dari jaringan yang diobati atau
gerak melingkar seperti spiral. Tranduser harus tetap bergerak meskipun area
yang diobati kecil. Gerakan tranduser harus ritmis, pelan dan tekanan terhadap
kulit tidak boleh terlalu keras.
2. Statis
Metode ini jarang sekali digunakan
karena bahaya timbulnya kerusakan jaringan atau cavitasi sangat besar meskipun
diberikan dengan intensitas rendah sedangkan metode sub-aqual, tranduser dapat
didiamkan pada sebuah jarak di luar area konvergen.
3. Penentuan
dosis
Dosis merupakan hasil perkalian antara
intensitas dan lamanya terapi (waktu)
a.
Intensitas dinyatakan dalam satuan W/cm2
Pendapat para Ahli
:
1) Lehmann : Intensitas harus tinggi (max)
2) Edell : Intensitas harus rendah (minimal)
3) Conradi
: Intensitas 0,6 watt/cm2 ERA sdh cukup
a) CUS (Continuous
Ultrasound) max = 3 watt/cm2 ERA
- <
0,3 W/cm2 merupakan intensitas yang rendah
- 0,3
– 1,2 W/cm2 merupakan intensitas yang sedang
- 1,2
- 3 W/cm2 merupakan intensitas yang tinggi
b) IUS (Intermittent Ultrasound) max = 5 watt/cm2
ERA
Intensitas
1 watt/cm2 ERA dalam posisi 1:5 IUS adalah sama dengan 0,2 watt/cm2
pada CUS.

- CUS max = 5 x 3 W/cm2 = 15 W/cm2
- IUS
max = 5 x 5 W/cm2 = 25
W/cm2
b. Lamanya
terapi tergantung paad luas permukaan dari daerah yang diterapi dan juga luas
dari permukaan treatment head (ERA
tranducer) yang digunakan. Menurut Lehmenn maksimal lamanya terapi adalah 15
menit pada daerah seluas 75 – 100 cm2 dengan treatment head yang besar. Sebagai pedoman yang kita gunakan bahwa
permukaan seluas 1 cm2 membutuhkan waktu minimal satu menit.
c. Frekuensi
terapi
1) Aktualitas
tinggi, US tiap hari satu kali
2) Aktualitas
rendah, US 2 – 3 kali seminggu.
d. Selama
terapi US, tdk boleh :
- Rasa nyeri
- Rasa panas
- Pusing
- Vegetatif Reflextoar
Jika
terjadi hal di atas, maka terapi berikutnya intensitas harus dikurangi.
4. Prosedur
aplikasi
1.
Sebelum terapi
1) Lakukan
anamnesis dan pemeriksaan dengan memperhatikan indikasi dan kontraindikasi
terapi US
2) Menentukan
metode dan teknik US sesuai dengan hasil pemeriksaan dan problem pasien
3) Memberikan
penjelasan kepada pasien tentang prosedur terapi beserta tujuannya.
4) Posisikan
pasien dalam keadaan rileks dan nyaman tanpa adanya rasa sakit
5) Daerah
yang diterapi harus dibersihkan terlebih dahulu, dapat dengan sabun atau
alcohol 70%
6) Rambut
yang terlalu lebat sebaiknya dicukur.
2.
Selama terapi
1) Menyetel
parameter pada mesin US sesuai dosis yang dipilih
2) Tranducer
ditempatkan pada daerah yang diterapi
3) Gerakkan
tranducer dengan irama yang teratur dengan pelan
4) Harus
selalu menyakan kepada pasien tentang apa yang dirasakan.
3.
Sesudah terapi
1) Mesin
dimatikan
2) Bersihkan
tranducer dan daerah yang telah diterapi dengan tissue/handuk.
3) Bersihkan
tranducer dengan alcohol 70%
4) Kontrol
efek-efek yang diharapkan (misalnya : nyeri, sirkulasi, mobiliti). Dan
sekaligus perhatikan pula efek-efek samping yang mungkin timbul
5) Lakukan
evaluasi
H.
Praktek
1.
Persiapan alat
2.
Persiapan pasien
3.
Teknik pelaksanaan
4.
Evaluasi.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
- KESIMPULAN
1. Gelombang
Ultra Sonik yg digunakan untuk terapi FT memerlukan Media Elastis
sebagai mediumnya.
2. Pancaran
Gelombang Ultra Sonik didapat dengan cara memberikan “Beda Potensial ” pada
Bahan Piezo Electric (bahan Electro Acustics), berupa :
- Cristal Quarts
- Barium Titanat,
sehingga terjadi getaran & oscillasi, yakni perubahan
bentuk secara beraturan & berurutan yang dapat menggetar-kan partikel
kemudian memancarkan Gelombang Ultra Sonik.
3. Terapeutic
Effect dapat terjadi jika Gelombang US diserap oleh jaringan yang dilaluinya.
- SARAN
1.
Selama terapi US, tidak boleh :
- Rasa nyeri
- Rasa panas
- Pusing
- Vegetatif Reflextoar
Jika
terjadi hal di atas, maka terapi berikutnya intensitas harus
dikurangi/dihentikan.
2.
Perhatikan Dosis, indikasi dan kontraindikasi
selama menggunakan modalitas US.
DAFTAR PUSTAKA
Roger
M Nelson dan Dean P Currier Clinical
electrotherapy (1991)
M J Turlough Fitzgerald,
Gregory Gruener, dan Estomih Mtui Clinical
neuroanatomy and neuroscience (2007)
Djohan
Aras. 2015. Cara Belajar Elektroterapi. Makassar
Djohan Aras. 2013. Elektroterapi untuk
Fisioterapi. Makassar
Hilary
Wadsworth, dan A. P. P chanmugam Electrophysical
agents in phisioterapy (1988)
Koelmanns
Fysiodiagnostik Fysiotherapie (1989)
Michel
selzer, stephanie clarke, et al Neural
repair in rehabilitation (2006)
Goodmant, Saunders
Pathology (1998)
Michelle
H Cameron Physical agents in rehabilitation (2009)
Djohan
Aras Proses dan Pengukuran Fisioterapi (2013)
Steven
D waldman Physical Diagnosis of pain
(2012)
Andrew
Allen Physical therapy research (2000)
Dr.
C K Giam, dan Dr. K C The Sport Medicine Exercise and Fitness (1988)
Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI Sumber Fisis (1993)
William
E Prentice Theraupetic Modalities For Physiotherapist (2002)
No comments:
Post a Comment