Sunday, December 23, 2018

SWD (Short Wave Diathermy)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Short Wave Diathermy (SWD), adalah modalitas pemanasan dalam diterapkan cukup untuk  memberikan panas ke jaringan dalam, dan telah digunakan untuk tujuan terapi sejak 1928. Unit komersial yang digunakan untuk tujuan ini memiliki frekuensi 27,12 MHZ dan panjang gelombang 11.06m. Pada umumnya yang digunakan adalah arus continous juga disebut sebagai mode constant telah digunakan untuk menyediakan panas ke jaringan dalam sementara mode intermitten pulse memberikan pemanasan intermiten dan memiliki efek pemanasan kurang dalam. Tujuan dari pemberian Short Wave Diathermy (SWD) adalah dapat membantu dalam mengelola rasa sakit dan meredakan spasme otot dengan mengatasi radang dan juga mengurangi pembengkakan. Hal ini juga mempromosikan vasodilatasi dengan meningkatkan aliran darah dan pemenuhan jaringan ikat , meningkatkan elastisitas otot dan menurunkan kekakuan sendi (Yasmeen et al, 2013).
B. Rumusan Masalah
1.   Apakah yang dimaksud dengan SWD?
2.   Apa saja biofisika dan neurofisiologi dari SWD?
3.   Efek apa saja yang di timbulkan dari SWD?
4.   Apa saja indikasi, kontraindikasi dari SWD?
5.   Bagaimana cara mengaplikasikan SWD?

C. Tujuan Program
Mampu menjelaskan dan menerapkan penggunaan SWD ( Short Wave Diathermy) sebagai salah satu modalitas elektroterapi.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
                         Diathermy merupakan aplikasi energi elektromagnetik dengan frekuensi tinggi yang terutama digunakan untuk membangkitkan panas dalam jaringan tubuh. Diathermy juga dapat digunakan untuk menghasilkan efek-efek nonthermal. Diathermy yang digunakan sebagai modalitas terapi terdiri atas Short Wave Diathermy (yang akan dibahas). Short wave diathermy adalah modalitas terapi yang menghasilkan energi elektromagnetik dengan arus bolak balik frekuensi tinggi. Federal Communications Commision (FCC) telah menetapkan 3 frekuensi yang digunakan pada short wave diathermy, yaitu :
1.      Frekuensi 27,12 MHz dengan panjang gelombang 11 meter.
2.      Frekuensi 13,56 MHz dengan panjang gelombang 22 meter.
3.      Frekuensi 40,68 MHz (jarang digunakan) dengan panjang gelombang 7,5 meter.
Frekuensi yang sering digunakan pada SWD untuk tujuan pengobatan adalah frekuensi 27,12 MHz dengan panjang gelombang 11 meter.
B.  Biofisika SWD
1.   Teori Gate Control dari Melzack danWall
Arus interferensi yang diberikan pada intensitas yang sesuai , akan lebih mengaktifkan serabut saraf afferen besar (A alfa dan A beta) karena serabut saraf besar memiliki ambang rangsang listrik yang rendah dan arus interferensi mempunyai sifat stimulasi dengan durasi yang rendah. Aktivasi serabut saraf besar akan merangsang sel interneuron kecil di substansia gelatinosa yang memblokir input rangsang serabut saraf afferen kecil (A delta dan C) ke sel transmisi (sel T) yang akan membawa impuls nyeri ke otak, dengan cara inhibisi presinaps (Paliyama, 2004).
(source :Aras, 2017)

2.      Peningkatan pengangkutan materi kimiawi simulator maupun mediator nyeri dari daerah jaringan yang mengalami kelainan atau kerusakan sehingga nyeri akan berkurang.
3.      Placebo effect
Sedangkan ahli yang lain berpendapat bahwa pengurangan nyeri juga dapat melalui mekanisme normalis fungsi neurovegetatif yaitu dengan meningkatkan elastisitas jaringan kolagen akibat perbaikan sirkulasi darah pada jaringan yang bersangkutan sebagai hasil tertekannya saraf simpatis (Prajoto dalam Aras, 2017)

   C.  Neurofisiologi
1.      Pain Depressor
a.       Nyeri menurun
b.      Vasodilatasi primer
c.       Tonus menurun
2.      Homeostatic Vasomotion
a.       Tekanan hydrostatic pro intravasal 35 mmHg, distal 15 mmHg
b.      Tekanan hydrostatic pro extravasal 15 mmHg, distal 25 mmHg
3.      Gate Control
a.       Saraf tipis membuka pintu gerbang menyebabkan nyeri meningkat
b.      Saraf tebal mengunci pintu gerbang menyebabkan nyeri berkurang
4.      Tipe Saraf
Menurut Hunt, tipe saraf dibagi menjadi :
a.       Tipe saraf Ia      : Tonus
b.      Tipe saraf Ib      : Golgi tendon (protective overload)
c.       Tipe saraf II      : Bermyelin tebal, pain dumping raba, tekan sedang
d.      Tipe saraf IIIa   : Bermyelin sedang, pain dumping reaksi radang kronik
e.       Tipe saraf IIIb   : Bermyelin tipis, nosiseptor radang kronik
f.       Tipe saraf IV a, b, dan c : Bermyelin tipis, nosiseptor reaksi radang akut dan subakut
Menurut Erlanger dan Gusser, tipe serabut sarab sebar berikut :
Jenis Serabut
D`iameter
Cepat Hantar
Lama Defleksi Tajam (Mill.Oem)
Lama After Pot Negatif
Lama After Pot Positif
Fungsi
A ( α )
13 – 22
70 - 120
0,4 - 0,5
12 - 20
40 – 60
Motorik - Proprio ceptor otot
A ( β )
8 – 13
40 – 70
0,4 - 0,6
?
?
Raba tekan kinestesi
A ( γ )
4 – 8
15 - 40
0,5 - 0,7
?
?
Raba, motorik Muscles Spindle
A ( δ )
1 – 4
5 - 15
0,6 – 1
?
?
Nyeri, panas/ dingin, Tek
B
1 – 3
3 - 14
12,5
-
100 - 300
Otonom Pra Ganglion
C
0,2 - 0,1
0,2 - 2
2,00
50 - 40
3000- 1000
Nyeri,gatal, panas /dingin, tekanan, pasca ganglion

 Kontaksi








D. Efek Short Wave Diathermy
1. Efek Fisiologis
a.    Perubahan panas/temperatur
1)   Reaksi lokal/jaringan
a)      Meningkatkan metabolisme sel-sel lokal sekitar + 13% setiap kenaikan temperatur 1º C.
b)       Meningkatkan vasomotion sphincter sehingga timbul homeostatik lokal dan akhirnya terjadi vasodilatasi lokal.
2)      Reaksi general
a)      Mengaktifkan sistem thermoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan kenaikan temperatur darah untuk mempertahankan temperatur tubuh secara general.
b)      Penetrasi dan perubahan temperatur terjadi lebih dalam dan lebih luas
b.      Jaringan ikat
Meningkatkan elastisitas jaringan ikat lebih baik seperti jaringan collagen kulit, tendon, ligament dan kapsul sendi akibat menurunnya viskositas matriks jaringan; pemanasan ini tidak akan menambah panjang matriks jaringan ikat sehingga pemberian SWD akan lebih berhasil jika disertai dengan latihan peregangan.
c.       Otot
1)      Meningkatkan elastisitas jaringan otot.
2)      Menurunkan tonus otot melalui normalisasi nocisensorik, kecuali hipertoni akibat emosional dan kerusakan SSP.
d.      Saraf
1)      Meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan saraf.
2)      Meningkatkan konduktivitas saraf dan meningkatkan ambang rangsang (threshold).
2. Efek Bio-Therapeutik Reaction ( reaksi penyembuhan luka)
Reaksi penyembuhan (healing process) disebut juga neurogenic inflammation. Misalnya peningkatan reaksi radang, vasodilatasi di dalam area cidera dan vasokonstriksi disekitar cidera, proliferasi dan lain-lain. Peran EM 27 Mhz di sini adalah memacu reaksi radang, proliferasi collagen dan sicatrix, serta mengurangi nyeri pada fase kronik.
E. Indikasi dan kontraindikasi
      1. Indikasi
                        Indikasi SWD baik CEM dan IEM adalah kondisi-kondisi subakut dan kronik pada gangguan neuromuskuloskeletal (seperti sprain/strain, osteoarthritis, cervical syndrome,  dan lain-lain). Energi elektromagnetik yang intermitten bisa diterapkan pada fase-fase penyembuhan luka. Terutama pada fase peradangan sangat membantu melindungi jaringan dan struktur persendian. Beberapa jenis patologi seperti traumatologi, rematologi, dapat dipercepat proses penyembuhan lukanya dengan adanya pemberian energi elektromagnetik 27 MHz.
Sebagai syarat untuk menentukan indikasi perlu dipertimbangkan 3 hal yaitu :
a.       Stadium dari proses penyembuhan luka
b.      Sifat dari jaringan atau organ yang mengalami kerusakan seperti otot, lemak atau jaringan lain.
c.       Lokalisasi dari jaringan atau organ yang mengalami kerusakan
Beberapa contoh indikasi yang banyak digunakan antara lain :
a.       Kelainan-kelainan pada tulang, sendi dan otot misalnya R.A. , pos traumatik.
b.      kelainan pada syaraf perifer seperti neuropati dan neuralgia.

2. Kontraindikasi
            Kontraindikasi dari continuos SWD adalah pemasangan besi pada tulang, tumor atau kanker, pacemaker pada jantung, tuberkulosis pada sendi, RA pada sendi, kondisi menstruasi dan kehamilan, regio mata (kontak lens) dan testis. Kontraindikasi dari pulsed SWD adalah tumor atau kanker, pacemaker pada jantung, regio mata dan testis, kondisi menstruasi dan kehamilan. Pada gangguan akut neuromuskuloskeletal merupakan kontraindikasi dari continuos SWD tetapi bagi pulsed SWD bisa diberikan dengan pulsasi yang rendah. Pada prinsipnya kontra indikasi pada penggunaan energi elektromagnetik 27 MHz yang intermitten maupun continue dengan energi elektromagnetik 24,50 MHz adalah sama. Pada dasarnya tidak ada batasan berapa besar energi elektromagnetik yang diperbolehkan untuk menimbulkan panas dalam jaringan tubuh. Pada terapi dengan energi elektromagnetik 27 MHz harus memperhatikan  hal-hal sebagai berikut :
a.       Penggunan tidak boleh menimbulkan nyeri bahkan tidak boleh sampai menyebabkan panas yang berlebihan.
b.      Penggunaanya tidak boleh sampai timbul panas apabila terdapat kemungkinan bahwa dengan terapi ini dapat memperberat peradangan atau diperlirakan ada gangguan sirkulasi darah sehingga tidak dapat menyebarkan panas yang terjadi.
Beberapa kontra indikasi pada pemberian energi elektromagnetik 27 MHz :
a.       Logam dalam tubuh
Pemberian energi elektromagnetis 27 MHz pada jaringan tubuh yang ada logamnya akan menyebabkan konsentrasi energi pada logam, sehingga jaringan disekitar logam akan dapat panas yang berlebihan akibatnya bisa terbakar.
b.      Alat-alat Elektronis
Energi elektromagnetik dapat mempengaruhi alat-alat elektronis sehingga dapat mengalami kerusakan misalnya : disket komputer, jam tangan, alat audio visual dan alat-alat elektro medis yang digunakan oleh fisioterapis dan pace maker.
c.       Gangguan peredaran darah/pembuluh darah
Pemberian energi elektromagnetik 27 MHz, cenderung menimbulkan pendarahan/gangren dan atau trombose, buerger' descase dan raynaud's desease atau gangguan jantung yang mengarah ke dekompensasi.
d.      Nilon dan bahan lain yang tidak menyerap kringat
Karena bahan ini tidak menyerap kringat, sehingga dapat mengundang adanya kosentrasi energi elektromagnetik 27 MHz yang dapat mengakibatkan luka bakar di jaringan.
e.       Jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan
Misalnya pada mata atau luka basah dan eksim basah yang dapat menimbulkan kebakaran dijaringan.
f.       Gangguan sensabilitas
Pada gangguan ini, terutama panas dan dingin, maka pemberian dosis secara subyektif sebaiknya dihindari. Pelaksanaan terapi pada kasus-kasus seperti ini dianjurkan menggunakan intensitas 30% lebih rendah dari intensitas semula.
g.      Neuropati
Jenis neuropati yang dimaksudkan di sini adalah neuropati yang diikuti adanya gangguan tropis pada syaraf perifer. Akibatnya ada gangguan reaksi sirkulasi darah yang perlu untuk proses metabolisme yang baik selama pemberian elektro magnetik. Jenis neuropati yang lain yang kontra indikasi adalah neuropati akibat DM, angiopati dibetika, yang dapat menimbulkan gangguan sensabilitas.
h.      Transqualiser
Pada pasien yang memakai alat transqualizer pemberian energi elektromagnetik dapat memungkinkan terjadinya over dosis, karena pasien yang menggunakannya biasanya mengalami gangguan kesadaran.
i.        Infeksi akut dan demam
Pemberian EEM 27 MHz pada keadaan ini dapat memperluas infeksi bakteri melalui aliran darah.
j.        Setelah menjalani terapi rontgen
Dengan pemberian EEM 27 MHz pada jaringan yang menjalani terapi rontgen mempunyai efek yang lebih kuat, sehingga jaringan tersebut menjadi lebih peka.
k.      Jaringan yang mitosisnya sangat cepat
Yang dimaksud disini adalah epiphysis tulang dan organ-organ pembuat darah, dan uterus pada ibu hamil. Pemberian EEM kontra indikasi pada epiphysis pada usia 18 tahun. Sedangkan pada tumor kecepatan mitosisnya jadi lebih tinggi sehingga mudah terjadi metastasis.
l.        Menstruasi
Pemberian EEM 27 MHz pada saat menstruasi pada daerah lumbal dan sakral (lumbosakral) dapat mengganggu siklus menstruasinya.
m.    Kehamilan
Aplikasi EEM 27 MHz secara langsung di daerah kehamilan atau daerah lumbal dan sakral akan menyebabkan gangguan keseimbangan zat asam (oksigen) pada plasenta.
n.      Faktor Kolagen
Pemberian EEM 27 MHz pada RA, dimana terjadi kenaikan temperatur sendi dapat menunjukkan adanya kolagenelise. Dengan kenaikan temperatur 5 derajat celcius di intra articular maka enzim perusak jaringan kolagen juga ikut meninggi (tambah banyak).

F. Aplikasi Short Wave Diathermy
1.      Persiapan pasien
a.       Tes sensibilitas tajam tumpul / nyeri
b.      Posisi pasien aman dan nyaman
c.       Bebaskan area yang akan diterapi dari logam
d.      Informasikan sensasi yang akan didapatkan

2.      Persiapan alat
a.       Sebelum memasang alat, lakukan tes alat terlebih dahulu
b.      Pad di tempatkan pada aspek yang berlawanan dari struktur yang akan diobati. Contohnya, ketika dilakukan penanganan pada sendi lutut pad biasanya ditempatkan pada area medial dan lateral.  Biasanya juga pad dipasang sesuai dengan metode yang dipilih.
3.      Dosis elektro terapi menggunakan interferensi
a.      Frequency
1)      Dosis tinggi, interval agak lama: 3-4 kali per minggu
2)      Dosis rendah, interval singkat : tiap  hari-beberapa kali perhari
b.      Intensity
1)      Berdasarkan stadium, jenis, dan sifat cidera
2)      Akut = 2 x / hari(50-100Hz), Kronik = 1 x / hari (50Hz).
c.       Technique
Coplanar, contraplanar, segmental animal, segmental sympatik.
d.      Time
Dilakukan selama 10-15 menit.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diathermy merupakan aplikasi energi elektromagnetik dengan frekuensi tinggi yang terutama digunakan untuk membangkitkan panas dalam jaringan tubuh. Short wave diathermy adalah modalitas terapi yang menghasilkan energi elektromagnetik dengan arus bolak balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang sering digunakan pada SWD untuk tujuan pengobatan adalah frekuensi 27,12 MHz dengan panjang gelombang 11 meter. Federal Communications Commision (FCC) telah menetapkan 3 frekuensi yang digunakan pada short wave diathermy yaitu :
1)      Frekuensi 27,12 MHz dengan panjang gelombang 11 meter.
2)      Frekuensi 13,56 MHz dengan panjang gelombang 22 meter.
3)      Frekuensi 40,68 MHz (jarang digunakan) dengan panjang gelombang 7,5 meter.
B.  Saran
Dalam penulisan protap ini masih banyak kekurangan dan kejanggalan, maka untuk itu saya sangat mengharapkan motivasi dan bimbingan dari Dosen pengajar serta teman-teman, sehingga dapat saya gunakan sebagai acuan dalam penulisan protap berikutnya. Diharapkan mahasiswa mampu menerapkan ilmu tersebut dalam praktek fisioterapi dan bagi para pembaca diharapkan dapat memanfaatkan protap ini dengan sebaik – baiknya sebagai penambah ilmu pengetahuan.






DAFTAR PUSTAKA

Aras, D., & Ahsaniyah, B. 2017. Sumber Fisis. Physio Sakti: Makassar.
Sandy Ranny, Electrotherapy, third edition, Edmonton 1989.

No comments:

Post a Comment