KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah tuhan semesta alam yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan protap mengenai “Ionthoporesis” ini. Dan tak lupa penulis kirimkan salawat kepada Nabi kita
Muhammad S.A.W. Yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus
berupa ajaran agama Islam yang sempurna bagi alam semesta.
Dengan adanya penulisan
protap ini, penulis berharap dapat
membantu dalam pembelajaran, dan bisa menyelesaikan
masalah-masalah khususnya dalam ruang lingkup elektroterapi & sumber fisis mengenai
Inthoporesis. Disamping
itu, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan laporan
protap ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya,
mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
lontophoresis pertama kali dipopulerkan
oleh Tn. Stephane Le Duc di Perancis sebagai teknik dalam memberikan
pengobatan, yang didasarkan pada prinsip bahwa elektroda dari arus searah
konstan (CDC) akan bermuatan listrik. Pada kutub anoda bermuatan positif
sedangkan pada kutun katoda bermuatan negatif. Meskipun iontophoresis bukan
merupakan teknik pengobatan yang secara luas digunakan akan tetapi teknik ini termasuk
dalam salah satu alternatif terapi yang adapat dipilih dan cukup menarikuntuk
pelaksanaan suatu treatment. Akan tetapi dalam pelaksanaannya membutuhkan
kejelian tersendiri, baik mengenai arus yang akan digunakan, obat-obatan yang
dipilih khususnya yang mengenai ion apa yang terkandung didalamnya, waktu yang
akan digunakan, serta peletakan obat pada elektroda yang sesuai. Sehingga
keberhasilan terapi yang diharapkan dapat dicapai lebih maksimal dan efek
samping yang tidak diinginkan dapat dihindari. Sebagai salah satu tekknik
pengobatan, iontophoresis mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh teknik
pengobatan yang lain, seperti teknik pengobatang yang menggunakan injeksi
(melalui suntikan) dan oral (melalui mulut). Contohnya ada obat-obatan yang tidak
dapat dikomsumsi oleh penderita gastritis, akan tetapi dapat diberikan pada
penderita tersebut melalui iontophoresis. Sedangkan kekurangan dari teknik ini
adalah tidak semua jenis obat dapat dihantarkan kedalam tubuh melaluui
iontophoresis. Sebagai pegangaan mahasiswa, pokok bahasaan iontophoresis ini
hanya akan membaas penggunaan ionthoporesis sebagai metodologi intervensi
fisioterapi Iontophoresis atau transfer ion merupakan pengenalan zat ke dalam
tubuh untuk tujuan terapeutik menggunakan arus searah. Setiap zat dipisahkan
menjadi komponen ionik oleh aksi arus dan disimpan di subkutan sesuai dengan
polaritas yang dikenakan pada elektroda. Hasil terapeutik tergantung pada ion
yang diperkenalkan, patologi yang ada serta efek yang diharapkan.
Fisika Dasar
Fisika dasar yang berkaitan dengan
iontophoresis disini utamanya adalah fisika dasar tentang kelistrikan, antara
lain mengenai masalah masalah
1. Ionisasi
2. Elektrolisa dan Elektrolisis
3. Elektrolit
4. Poles testing -maon clelo
5. Arus searah konstan
Apabila arus searah konsttan diterapkan
pada suatu terapi dengan intensitas yang tinggi maka akan menimbulkan perubahan
ketegangan membran saraf ataupun membran otot tanpa menimbulkan aksi potensial,
sehingga tidak menimbulkan kontraksi otot melainkan hanya menimbulkan perubahan
sensasi. Penggunaan arus searah konstan dengan kenaikan intensitas yang
mendadak tidaklah biasa dipakai, sehungga dalam aplikasi terapi digunakan
parameter waktu dan intensitas yang dinaikkan secara perlahan-lahan.
Arus yang diperlukan untuk iontophoresis
adalah arus galvanik secara continous, yang dapat diperoleh dari standar
generator tegangan rendah. Treatment dalam hal ini bukanlah arus itu sendiri,
melainkan ion yang diperkenalkan melalui arus tersebut. Konsep non-invasive
yang paling tepat dari iontophoresis menjadi sangat menarik untuk fisioterapis
karena konsentrasi ion minimal diperlukan untuk mencapai tujuan yang efektif
Formula untuk Iontophoresis:
Formula dasar untuk menggunakan
iontophoresis adalah
Ix Tx ECE gram dari zat yang diperkenalkan,
Dimana:
I (Intensity) diukur dalam amper
T
(Time) diukur dalam jam
ECE : (Electro-Chemical Equivalent) merupakan
angka standar untuk mentransfer ion dengan arus yang diketahui dan faktor
waktu.
Sebagai penentuan ECE untuk banyak zat sangat
sulit, miligram lebih sedikit dari zat kompleks ini akan menembus (penetrate)
kulit.
Prinsip Biofisika Transfer Ion:
Ionic polarity:
Dasar dari suksesnya transfer ion
terletak pada prinsip fisika "seperti galah menorong dan bukannya galah
menarik (like poles repel and unlike pols dlom attract)". Jadi, ion
didorong ke dalam kulit dengan identical charge pada permukaan elektroda yang
ditempatkan di atasnya. Secara sub-dermal, ion diperkenalkan bergabung dengan
ion yang ada dalam aliran darah, membentuk senyawa baru yang diperlukan untuk
interaksi terapeutik.
Low-level amplitude
Kebanyakan penelitian telah
mengindikasikan bahwa low-level amplitide lebih efektif daripada high-level
intesities, dimana intensitas tinggi merugikan penetrasi ion. Ini harus
dimasukkan ke dalam pertimbangan bahwa beberapa ion, siap untuk dikombinasikan,
mungkin lebih baik daripada jumlah ion, mendorong muatan yang scrupa Fisika
yang terlibat dengan dan perpindahan ion memerlukan intensitas rendah (kurang
dari 5mA) dan persentase rendah atau sumber ion ( 1-5 % ).
Electrode size
Ditemukan bahwa electroda negatif
(catoda) lebih mengganggu (membuat terasa gatal iritasi) daripada yang posituf
(anoda), karena natrium hiroksida terbentuk dibawah posisinya. Jadi, electroda negatif
harus dibuat lebih besar dari electroda positif (biasanya dua kali), bahkan
jika clectroda negatif adalah salah satunya yang aktif. Menurut hukum fisika,
electron mengalir dari negatif ke positif, terlepas dari ukuran electroda.
Jadi, memperbesar ukuran el menurunka iritasi electroda negatif menurunkan
kerapatan arus pada pad negatif, yang mengarah ke pengurangan iritas.
Telah dikatakan bahwa arus searah konstan
tidak meran gsang serabut saraf motorik maupun sensorik melainkan akan merubah
permeabilitas membran serabur saraf maupun serabut otot, yang mana pada anoda
akan terjad hiperpolansasi karena muatan diluar membran menjadi lebih negaif
sedangkan. pada kotada akan menimbulkan hipopalarisasi karena muatan diluar
membran cenderung positif.
Membran sel praktis tidak permeabel bagi
protein intraseluler dan anion organik lainmua, tetapi sangat permeabel untuk
ion kalsium (k') dan relatif permeabel untuk ion natrium dan ion clorida
(Na" dan CI). lon natrium akan cenderung menuju ke kutub negatif (katode)
sedangkan ion clorida akan cenderung menuju ke kutub positif atau anoda.
Dri uraian diatas maka dalam pelaksanaan
iontphoresis apabila menggunakan bahan yang mengandung ion negatif, maka hrus
diletakkan dibawah elektroda kotoda. Disarankan untuk menghindari reaksi kimia
dibawah kotada maka elektroda harus cukup lembab dan jarak kedua elektroda
harus cukup jauh serta intensitas arus relatif kecil.
Contoh dari iontophoresis dengan
penggunaan kation antara lain copper, zinc, calcium, histamin, acethylcholin,
enzim hyoluronidase, lidocaine, locaine, sedangkan contoh ionthoporesis dengan
menggunakan anion antar ain ioduim, chlorid, salycylate, penicilline, xanthinol
nicotinat dan lain-lain
Perubahan fisiologis
1.
Penetrasi ion : sebenarnya, penetrasi tidak melebihi I mm, dengan
penyerapan yang lebih dalam berikutnya melalui sirkulasi kapiler. Sebagian
besar ion yang tersimpan ditemukan pada lokasi electroda yang aktif, dimana
mereka disimpan baik sebagai senyawa terlarut atau tidak terlarut, yang akan
habis oleh sapuan dari sirkulasi darah.
2.
Reaksi asam/basa: Seperti anoda (+) menghasikan reaksi asam (asam HCL
lemah), itu dianggap sclerotic, yang cenderung mengeraskan (harden) jaringan,
berperan sebagai agen analgesik karena adanya pelepasan oksigen. Di sisi lain.
katoda ) menghasilkan reaksi alkali (natrium hiroksida yang kuat), itu kemudian
dianggap selerolytic, yang merupakan agen pelunakan karena pelepasan hidrogen,
berperan dalam manajemen scars (bekas luka) dan luka bakar.
3.
Hyperemia: elektroda baik positif dan negatif menghasilkan hiperemia
dan panas karena vasodilatasi yang dihasilkan. Hiperemia catodal umumnya lebih
jelas dan membutuhkan lebih banyak waktu untuk menghilang daripada anoda.
Umumnya, hiperemia dibawah kedua elektroda berlangsung dalam waktu satu jam,
menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien.
4.
Dissociation : Dalam keadaan normal, zat yang terionisasi terdisosiasi
dalam. larutan melepaskan ion, yang dengan berlalunya arus searah ke dalam
larutan bermigrasi ke arah kutub yang lain. Ini adalah konsep dari transfer
ion. Karena variabilitas resistensi dari berbagai jaringan ke aliran arus, maka
penempatan elektroda menjadi sesuatu yang sangat penting.
Efek, Indikasi, Dan Kontraindikasi Dari Iontophoresis
Keuntungan:
5. Lebih aman dari jarum karena tidak akan ada
6. Nyeri atau fobia jarum
7. Erosi capsul sendi dari injeksi berulang.
8. Perdarahan Risiko kontaminasi
9. Efek samping obat.
10. Masalah aplikasi lokal untuk dacrah-daerah kecil
Kekurangan
1. Kulit terbakar
2. Penetrasi terbatas.
3. Lama waktu untuk aplikasi.
Indikasi:
1. Oedema (dikurangi dengan obat dexametazon
piroxicom)
2. Ischemic skin ulcer Muscular pain (Lidocaine, asam
salisilat, voltaren)
3. Peyroni's desease
4. Mematikan bakteri (antibiotic)
5. Kondisi inflamasi.
6. Masalah kulit.
7. Tension headache.
8. Inhibisi spastisitas.
Kontraindikasi dan pencegahan:
1. Luka terbuka atau luka bakar.
2. Pasien dengan alat pacu jantung.
3. Alergi terhadap obat-obatan.
4. Kehilangan sensasi.
5. Kaulit berminyak ataukotor.
6. Sole kaki (sulit bagi ion untuk masuk).
Arus
listrik yang digunakan
a. Arus
searah dengan durasi 1 detik
b. Arus yang digunakan adalah arus
searah konstan dengan frekuensi 0 Hz
c. Intensitas diatur sesuai dengan
kebutuhan dalam satuan miliamper, biasanya miliamper persegi/bujur
sangkar/inchi pada permukaan elektroda aktif.
d. Durasinya biasa 15, 20-30 menit.
e. Mempunyai kutub positif dan negatif
yang mudah diterapkan.
f. Dilengkapi dengan microammeter untuk
mengukur kekuatan arus dengan sempurna.
Komplikasi:
a. Chemical burns: Chemical burn umumnya
karena pembentukan berlebihan dari natrium hiroksida di katoda. Segera setelah
treatment, kulit menjadi merah muda, selanjutnya keabu-abuan dan mengalir ke
luka beberap jam kemudian. Seperti luka bakar tersebut membutuhkan waktu yang
lama untuk tumit, maka pengobatan terbaik dengan antibiotik dan perban steril.
Sebaliknya, luka bakar di bawah anoda jarang terjadi, menyebabkan area merah
mengeras mirip dengan keropeng. Garis treatment mirip dengan yang disebabkan
oleh katoda.
b. Heat burns: Seperti tipe luka bakar
terjadi karena penumpukan panas yang berlebiham di daerah dengan resistensi
tinggi, ditemukan terutama disekitar bintik-bintik dan zona sklerotik lainnya.
Sebagian besar luka bakar ini terjadi ketika elektroda tidak cukup lembab,
ketika mereka tidak pas dengan baik atau tidak dalam kontak yang baik dengan
kulit. Perlakukan yang sama dianjurkan. c. Sensitivitas dan reaksi alergi
terhadap ion.
Metode iontoporisis
Persiapan elekrtoda
a. Elektroda harus dibuat dari bahan penyerap
(absorbent material), ditutup dengan aluminium foil.
b. Aluminium foil harus
dilipat dengan ukuran dan digulung datar, menjadi lebih kecil dari handuk.
c. Handuk harus dilipat dan
direndam dalam air hangat, dan logam/kontak dengan kulit harus dihindari.
d. Unit elektrocda harus
diamankan di posisi pada pasien menggunakan perangkat pengaman.
Persiapan pasien
a. Pasien tidak seharusnya
berbaring dengan berat badan penuh pada elektroda.
b. Pasien harus dalam
"posisi duduk" ketika mentreat: shouider, elhow.
c. Pasien lebih baik dalam
"posisi prone, supine atau side-lying" kctika
d. Pasien harus "duduk
di atas sebuah alas" ketika mentreat: leg, knee, hand, regio brachial,
face and neck. mentreat: trunk, lower back, chest, abdomen dan paha: ankle and foot.
Penerapan iontophoresis
a. Daerah target/sasaran harus dibersihan
terlebih dahulu dengan alkohol.
. Obat tersebut kemudian
disuntikkan dalam eletroda aktif dengan jarum suntik plastik.
c. Sesuaikan dosis obat menurut ukuran area
patologi.
d. Kabel harus melekat pada
elektroda.
e. Waktu dan intensitas
harus disesuaikan.
f. Sensasi kulit dan pasien
harus diperiksa secara berkala/teratur.
g. Arus harus diturunkan
secara perlahan pada akhir treatment.
Daftar Pustaka
Djohan Aras. 2013. Elektroterapi untuk
Fisioterapi. Makassar
Djohan Aras. 2015. Cara Belajar
Elektroterapi. Makassar
No comments:
Post a Comment