Sunday, December 23, 2018

TENS (Transcutaneus Electrical Nervus Stimulation)


KATA PENGANTAR
           
Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan protap mengenai “Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)ini. Dan tak lupa penulis kirimkan salawat kepada Nabi kita Muhammad S.A.W. Yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna bagi alam semesta.
Dengan adanya penulisan protap ini, penulis berharap dapat membantu dalam pembelajaran, dan bisa menyelesaikan masalah-masalah khususnya dalam ruang lingkup elektroterapi & sumber fisis mengenai Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS).Disamping itu, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan protap ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

                                                                                                Penyusun,









BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
                 Sejarah munculnya TENS berawal dari laporan Scribonius Largus tentang stimulasi listrik untuk mengontrol nyeri yang digunakan di Yunani kuno, 63 M. Hal ini dilaporkan oleh Scribonius Largus yang sakit dan merasa lega setelah berdiri pada ikan listrik di tepi pantai. Pada 16 sampai abad ke-18 berbagai perangkat elektrostatik digunakan untuk sakit kepala dan nyeri. Benjamin Franklin adalah pendukung metode ini untuk menghilangkan rasa sakit. Pada abad kesembilan belas perangkat yang disebut electreat, bersama dengan perangkat lain yang banyak digunakan untuk mengendalikan nyeri dan penyembuhan kanker. Electreat digunakan hanya sampai pada ke abad kedua puluh karena tidak portabel dan memiliki kontrol terbatas dari stimulus tersebut. Pengembangan dari semua stimulasi listrik tersebut memberi ide dibentuknya TENS yang akhirnya dipakai dan telah dipatenkan di Amerika Serikat pada tahun 1974.
              Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah penggunaan arus listrik yang dihasilkan oleh perangkat untuk merangsang saraf untuk mengurangi rasa sakit. Unit ini biasanya dilengkapi dengan elektroda untuk menyalurkan arus listrik yang akan merangsang saraf pada daerah yang mengalami nyeriAnother theory is that the electrical stimulation of the nerve may help the body to produce natural painkillers called endorphins, which may block the perception of pain.. Rasa geli sangat terasa dibawah kulit dan otot yang diaplikasikan elektroda tersebut. Sinyal dari TENS ini berfungsi untuk mengganggu sinyal nyeri yang mempengaruhi saraf-saraf dan memutus sinyal nyeri tersebut sehingga pasien merasakan nyerinya berkurang. Namun teori lain mengatakan bahwa stimulasi listrik saraf dapat membantu tubuh untuk memproduksi obat penghilang rasa sakit alami yang disebut endorfin, yang dapat menghalangi persepsi nyeri.
B. Rumusan Masalah
1.   Apakah yang dimaksud dengan TENS?
2.   Apa saja fisika dasar dari TENS?
3.   Apa saja biofisika dari TENS?
4.   Bagaimanan neurofisiologi dari TENS?
5.   Bagaimana metode dan teknik TENS?
6.   Apa saja indikasi, kontraindikasi dari TENS?
7.      Bagaimana cara mengaplikasikan TENS?

C. Tujuan Program
Mampu menjelaskan dan menerapkan penggunaan TENS sebagai salah satu modalitas elektroterapi.




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
 Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan suatu cara penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri, seperti nyeri neuromusculoskeletal non neurogenik yaitu nyeri pada sendi (atralgia), mialgia dan ensesialgia dan nyeri neuromusculoskeletal neurogenic seperti nyeri radikuler, neuritis.

B.     Fisika Dasar Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
TENS yang dirancang terdiri dari mikro kontroler ATMEGA16 sebagai generator pulsa, baterai sebagai satu daya, IC DC/DC Converter sebagai penghasil tegangan DC tinggi, transistor dan trafo sebagai switching penghasil pulsa bertegangan tinggi, serta antar muka berupa keypad dan LCD. Keluaran TENS adalah pulsa bifasika simetris durasi 40-400μs dan frekuensi 1-250Hz serta tegangan maksimum 50Vpp dan arus maksimum 100mApp pada beban resistif  500Ω.

C.    BiofisikaTranscutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
            Tanggap rangsang jaringan terhadap stimulasi arus listrik. Jika arus listrik diaplikasikan ke jaringan tubuh maka akan menimbulkan tanggap rangsang fisiologis dari jaringan yang bersangkutan baik akibat dari stimulasi secara langsung maupun tak langsung. Pengaruh langsung terjadi pada tingkat selular dn jaringan, sedangkan pengaruh tak langsung bisa terjadi berbagai tingkat mulai sel, jaringan, segmental, peripheral dan exstra segmental. Pemahaman hubungan antara pengaruh langsung dan tak langsung, jika tens digunakan untuk mengurangi nyeri maka pengaruh langsung terjadi pada tingkat sel, dimana arus menimbulkan exsitasi sel saraf tepi, kemudian secara tak langsung pempengaruhi tingkat system yang diidikasikan dengan terlepasnya bahan analgetik endogen seperti endorphin, enchepalin dan serotonin (Alon, 1987 dikutip oleh parjoto, 2006).

D.    Neurofisiologi Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
            Dengan menggunakan metode TENS, transkutan (yaitu melalui kulit) Listrik Stimulasi saraf, fungsi saraf penting dapat diaktifkan secara efektif. Frekuensi impuls, yang sebanding dengan bioelectricity alami, merangsang menghilangkan rasa sakit. Dengan cara ini, transmisi nyeri oleh serabut saraf terhambat dan aliran listrik menghilangkan rasa sakit, seperti zat endorphin, yang dipicu. Selanjutnya, aliran darah melalui zona tubuh ditingkatkan.
Menurut Johnson (2001), TENS merupakan arus listrik dengan frekuensi 1 – 250 Hz. TENS mampu mengaktifasi baik saraf berdiameter besar maupun kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi sensoris kesaraf pusat. Efektifitas TENS dapat diterangkan lewat teori gerbang control (Gate Control Theory) atau dikenal dengan pengaruh sedative teori yang dikembangkan oleh Melzak dan Wall (1965) bahwa serabut saraf afferent terdiri dari dua kelompok serabut, yaitu kelompok yang ber diameter besar (Aβ) dan serabut berdiameter kecil (Aδ) dan C). Kedua kelompok afferent ini berinteraksi dengan substansia gelatinosa yang berfungsi sebagai modulator (gerbang control) terhadap Aβ, Aδ dan C.Apabila substansia gelantinosa (SG) aktif, gerbang akan menutup.Sebaliknya apabila SG menurun aktifitasnya, gerbang membuka. Aktif dan tidaknya SG tergantung pada kelompok afferent mana yang teransang. Apabila kelompok berdiameter besar terangsang (Aβ), SG menjadi aktif dan gerbang menutup. Ini berarti bahwa rangsang yang menuju pusat melalui transiting cell (T cell) terhenti atau menurun aktifitasnya. Serabut Aβ adalah penghantar rangsang non-nociceptive (bukan nyer) misalnya sentuhan dan propioceptive. Apabila kelompok berdiameter kecil (Aδ dan C) terangsang, SG akan menurun aktifitasnya sehingga gerbang membuka. Aδ dan C adalah serabut pembawa rangsang nociceptive, sehingga jika serabut ini terangsang, gerbang akan membuka dan rangsang nyeri akan diteruskan ke pusat.
            TENS mempunyai bentuk pulsa monophasic, biphasic dan polyphasic. Monophasic mempunyai bentuk gelombang rectangular, triangular dan gelombang separuh sinus searah pada biphasic simetris. Sedangkan pada pola polyphasic ada rangkaian gelombang sinus dan bentuk interferensi atau campuran. Pulsa monophasic selalu mengakibatkan pengumpulan muatan listrik pulsa dalam jaringan sehingga akan terjadi reaksi elektrokimia dalam jaringan yang ditandai dengan rasa panas dan nyeri apabila penggunaan intensitas dan durasi terlalu tinggi.

E.     Metode&Teknik Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation(TENS)
            Terapi dengan TENS dilakukan dengan kontak langsung alat terhadap pasien melalui sepasang elektroda. Demi memenuhi persyaratan standar keamanan alat medis sebuah sistem keamanan harus dirancang sehingga cidera pada pasien dapat dicegah. Sistem keamanan yang dirancang pada dasarnya adalah mencegah terjadinya luka bakar pada kulit akibat kesalahan penempatan elektroda. Kesalahan penempatan elektroda memungkinkan elektroda tidak melekat dengan baik pada kulit dan sementara itu arus dialirkan, dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien.
            Adapun penempatan elektroda TENS:
1.      Di sekitar lokasi nyeri : Cara ini paling mudah dan paling sering digunakan, sebab metode ini dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter dan letak yang paling optimal dalam hubungannya dengan jaringan penyebab nyeri.
2.       Dermatome : Penempatan pada area dermatome yang terlibat, penempatan pada lokasi spesifik dalam area dermatome, penempatan pada dua tempat yaitu di anterior dan di posterior dari suatu area dermatome tertentu.
3.      Area trigger point dan motor point







F.     Indikasi Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
1.      Nyeri Akut
      Menurut peneliti, jika TENS diberikan dengan tehnik dan dosis yang benar maka perubahan nyeri akan terjadi melalui proses blok transmisi nyeri. TENS juga menimbulkan gerakan simultan pada kulit yang dirasakan sebagai pijatan sehingga menimbulkan efek relaksasi pada pasien.Gerakan simultan yang terdapat dalam TENS diyakini dapat mempengaruhi hipotalamus untuk menstimulasi pituitary gland melepaskan β endorphin, yaitu senyawa kimia endogenus yang dapat memberikan efek menenangkan bagi tubuh.
2.      Nyeri Kronik
      Banyak kondisi nyeri kronik yang telah berhasil diterapkan dengan TENS antara lain nyeri punggung bawah, rematoid artritis, penyakit sendi degenersi, neuropati perifer, cedera saraf perifer, nyeri phantom limb, kanker, migren dan neuralgia pasca herpetika.
3.      Nyeri pasca opersi
4.      Nyeri miofisial
5.      Nyeri pasca melahirkan
6.      Keadaan hipertonus
7.      Kelemahan otot

G.    Kontra indikasi Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
1.      Adanya kecenderungan perdarahan ( pada area yang diterapi )
2.      Luka terbuka yang sangat lebar
3.      Penyakit vaskuler (arteri maupun vena)
4.      Pasien dengan alat pacu jantung
5.      Kehamilan (bila terapi diberikan pada daerah abdomen atau panggul)
6.      Kondisi dermatologi (pada area yang diterapi)
7.      Penderita dengan hilangnya sebagian besar sensasi kulit

H.    Penatalaksanaan
1.      Pesiapan Alat
a.       Alat TENS
b.      Kabel stop kontak
            Cek alat, kabel dan pastikan alat dalam keadaan baik. Alat dihidupkan, lakukan pengecekan alat dengan meletakan jari terapis diantara elektroda dan naikan intensitas sampai merasakan rangsangan berupa getaran nyaman, kemudian intensitas di nolkan lagi.
2.      Persiapan Pasien
a.       Petugas melakukan pemeriksaan pada pasien (anamnesa, pemeriksaan sensasi dan pemeriksaan khusus).
b.      Petugas menjelaskan program terapi yang diberikan kepada pasien seperti rasa yang timbul, waktu yang diperlukn, tujuan, indikasi, serta kontra indikasinya.
Petugas memposisikan pasien senyaman mungkin/comfortable (duduk di kursi, terlentang atau tengkurap di bed).
3.      Prosedur Pelaksaan
a.       Mesin TENS dan electrode disiapkan dengan dibasahi air.
b.      Pasien diposisikan stabil dan rileks baring atau duduk.
c.       Diinstruksikan kepada pasien untuk tidak bergerak selama terapi.
d.      Bagian badan atau anggota yang akan diterapi, kulitnya dicuci dengan sabun sampai bersih dan keringkan.
e.       Tes sensasi tajam-tumpul pada kulit yang akan diterapi.
f.       Pemasangan electrode : satu berupa pad electrode pada nerve trunk, electrode aktif ditempatkan pada pusat nyeri, atau electrode dipasang dengan contra planar atau coplanar.
g.      Dosis diberikan sub pain atau pain level.
h.      Monitoring evaluasi selama terapi.
i.        Pasien dipastikan tidak bergerak selama sesi terapi, intesitas dipertahankan sesuai dengan dosis awal.



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan suatu cara penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri, seperti nyeri neuromusculoskeletal non neurogenik yaitu nyeri pada sendi (atralgia), mialgia dan ensesialgia dan nyeri neuromusculoskeletal neurogenic seperti nyeri radikuler, neuritis.

B.       Saran
Dalam penulisan protap ini masih banyak kekurangan dan kejanggalan, maka untuk itu saya sangat mengharapkan motivasi dan bimbingan dari Dosen pengajar serta teman-teman, sehingga dapat saya gunakan sebagai acuan dalam penulisan protap berikutnya. Diharapkan mahasiswa mampu menerapkan ilmu tersebut dalam praktek fisioterapi dan bagi para pembaca diharapkan dapat memanfaatkan protap ini dengan sebaik – baiknya sebagai penambah ilmu pengetahuan.
catatan tambahan :

A.      Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
1.         Defenisi
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan suatu cara penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri,seperti nyeri neuromusculoskeletal non neurogenik yaitu nyeri pada sendi (atralgia), mialgia dan ensesialgia dan nyeri neuromusculoskeletal neurogenic seperti nyeri radikuler, neuritis.
Menurut Johnson (2001), TENS merupakan arus listrik dengan frekuensi 1 – 250 Hz. TENS mampu mengaktifasi baik saraf berdiameter besar maupun kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi sensoris kesaraf pusat. Efektifitas TENS dapat diterangkan lewat teori gerbang control (Gate Control Theory) atau dikenal dengan pengaruh sedative teori yang dikembangkan oleh Melzak dan Wall (1965) bahwa serabut saraf afferent terdiri dari dua kelompok serabut, yaitu kelompok yang ber diameter besar (Aβ) dan serabut berdiameter kecil (Aδ) dan C). Kedua kelompok afferent ini berinteraksi dengan substansia gelatinosa yang berfungsi sebagai modulator (gerbang control) terhadap Aβ, Aδ dan C.Apabila substansia gelantinosa (SG) aktif, gerbang akan menutup.Sebaliknya apabila SG menurun aktifitasnya, gerbang membuka. Aktif dan tidaknya SG tergantung pada kelompok afferent mana yang teransang. Apabila kelompok berdiameter besar terangsang (Aβ), SG menjadi aktif dan gerbang menutup. Ini berarti bahwa rangsang yang menuju pusat melalui transiting cell (T cell) terhenti atau menurun aktifitasnya. Serabut Aβ adalah penghantar rangsang non-nociceptive (bukan nyer) misalnya sentuhan dan propioceptive. Apabila kelompok berdiameter kecil (Aδ dan C) terangsang, SG akan menurun aktifitasnya sehingga gerbang membuka. Aδ dan C adalah serabut pembawa rangsang nociceptive, sehingga jika serabut ini terangsang, gerbang akan membuka dan rangsang nyeri akan diteruskan ke pusat.
TENS mempunyai bentuk pulsa monophasic, biphasic dan polyphasic. Monophasic mempunyai bentuk gelombang rectangular, triangular dan gelombang separuh sinus searah pada biphasic simetris. Sedangkan pada pola polyphasic ada rangkaian gelombang sinus dan bentuk interferensi atau campuran. Pulsa monophasic selalu mengakibatkan pengumpulan muatan listrik pulsa dalam jaringan sehingga akan terjadi reaksi elektrokimia dalam jaringan yang ditandai dengan rasa panas dan nyeri apabila penggunaan intensitas dan durasi terlalu tinggi. Efektivitas TENS dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.       Berperan dalam stimulus anti donrik di sistem saraf afferent. Stimulus anti donrik ini akan menghambat pengurangan nyeri dari nociceptor sampai kemedula spinalis.
b.      Meningkatkan aliran darah pada jaringan yang rusak dimana efek peningkatan aliran darah pada jaringan yaitu akan menurunkan subtansi yang memproduksi nyeri seperti bradikinin dan histamine.
c.       Mengaktifkan system saraf berdiameter besar yaitu Aα dan Aß yang memiliki ambang rangsang lebih kecil dibandingkan saraf berdiameter kecil yaitu tipe Aδ dan C. Aktifnya saraf berdiameter besar akan mempermudah interneuron pada substansia gelatinosa untuk menghalangi input saraf berdiameter kecil ke sel-sel transmisi melalui inhibisi presinaps, sehingga nyeri dihambat oleh stimulus elektrik dengan menutup gerbang bagi input nyeri.
d.      Merangsang pelepasan endorphin dependent system dan serotin oleh tubuh. Pelepasan sistem ini dirangsang oleh TENS frekuensi rendah dengan merangsang reseptor nosisensorik. Intensitas sangat berpengaruh didalam menentukan besarnya muatan arus listrik dalam pulsa dan puncak arus listrik yang akan berhubungan langsung dengan besarnya stimulus dalam jaringan.
Intensitas pulsa yang memadai durasi pulsa akan memberikan energi listrik kedalam jaringan pada tiap-tiap fase dari pulsa yang disebut muatan pulsa. Dengan kata lain muatan pulsa ditentukan oleh intensitas arus dan durasi pulsa. Muatan pulsa akan menimbulakan reaksi elektroda juga akan menentukan besarnya muatan listrik berkisar antara 20-200 mikrocolums per fase, per centimeter persegi dari ukuran elektroda.
Dalam pelaksanaan stimulasi elektris penggunaan durasi pulsa monophase yang terlalu besar dan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan jaringan saraf berakomodasi dan bila ingin menghindari akomodasi intensitas dinaikan tetapi konsekuensinya timbul rasa nyeri. Intensitas dan durasi pulsa yang tinggi pada aplikasi stimulasi elektris akan menimbulkan reaksi elektrokimia yang besar yang ditandai dengan warna kemerah-merahan dan rasa nyeri pada jaringan bibawah elektroda. Dengan alasan ini maka dosis stimulasi elektris secara subyektif ditentukan oleh toleransi pasien.
2.         Frekuensi Pulsa
Frekuensi pulsa sering dikacaukan dengan pengertian frekuensi arus listrik. Frekuensi pulsa merupakan kecepatan/pulsa rate yang terjadi pada setia second sepanjang durasi arus listrik yang mengalir. Frekuensi pulsa dapat berkisar 1-200 detik. Frekuensi juga menyebabkan tipe respon terhadap motoris maupun sensoris. Frekuensi pulsa tinggi > 100 pulsa/detik menimbulkan respon kontraksi tetanik getaran sehingga otot cepat lelah.
Frekuensi arus listrik rendah cenderung bersifat iritatif terhadap jaringan kulit sehingga dirasakan nyeri apabila intensitas tinggi. Arus listrik frekuensi menengah bersifat lebih konduktif untuk stimilasi elektris, karena tidak menimbulkan tahanan kulit atau tidak bersifat iritatif dan mempunyai penetrasi yang lebih dalam.
3.         Penempatan elektroda
Penempatan elektroda tidak terbatas pada daerah sekitar nyeri saja. Untuk menentukan letak dan metode penempatan elektroda TENS harus memahami anatomi, prinsip fisiologi dan kondisi yang bersangkutan. Pengertian dasar tentang pola nyeri, sindroma dan berbagai jaringan yang bisa sebagai sumber nyeri merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dipahami dalam kaitannya dengan penempatan elektroda. Metode penerapan elektroda sebagai berikut :
a.         Disekitar lokasi nyeri
Cara ini paling mudah dan paling sering digunakan, sebab metoda ini dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter dan letak yang paling optimal dalam hubungannya dengan jaringan penyebab nyeri.
b.        Dermatom
Dasar pemikiran dari metoda ini adalah daerah kulit tertutup akan mempunyai persarafan yang sama dengan struktur atau jaringan yang tepat dibawahnya.
c.         Daerah lutut trigger dan motor point.
Area ini mungkin dilakukan oleh pemeriksaan dengan menggunakan elektronik, sebab titik-titik ini jadi lebih konduktif di sekitar jaringan. Tahanan rendah pada titik acupuntur bersesuaian pada area vasodilatasi atau pada active pseudomotor glands.
4.         Kontra Indikasi
Yang tidak dapat dilakukan intervensi dengan modalitas TENS adalah apabila pasien dengan gangguan jantung dan menggunakan pacu jantung atau pace maker, pasien dalam keadaan hamil, adanya inflamasi terlokalisir daerah sendi lutut, terdapat metal implant, tumor ganas dan penderita tuberculosa.
5.         Mekanisme Pengurangan nyeri pada OA oleh TENS
Pengaruh TENS dalam menurunkan nyeri didapat melalui saraf halus tidak bermyelin yang mengelilingi jaringan dan pembuluh darah. TENS dapat merangsang pelepasan endorphine dan serotonin oleh tubuh. Pelepasan endorpine dirangsang oleh TENS frekuensi rendah dengan merangsang reseptor sensorik. Impuls rangsang selanjutnya dilakukan pada beberapa level, yaitu :

a.         Level spinal
Bila diberikan TENS dengan bentuk arus simetris bolak-balik maka akan diperoleh pengurangan nyeri melalui enkefalin pada level ini, sesuai dengan teori Melzack & Wall. Perangsangan subtansia grisea perialkuaduktus menghasilkan enkefalin yang selanjutnya akan mengaktifkan nucleus raphe dan nucleus retikular magnoseluler. Dari kedua nucleus itu dikirimkan impuls penghambat nyeri ke medula spinalis melalui jaras caudal reticuler. Jaras caudal-retikuler yang berasal dari nucleus raphe adalah serabut sirotinergik, sedang yang berasal dari nucleus retikuler magnoseluler adalah serabut norepinefrnergik. Di medula spinalis kedua jenis serabut saraf tersebut bersinaps dengan serabut enkefalinergik yang juga melakukan penghambat presineptik melalui penghambatan pelepasan substansi P oleh serabut saraf halus tak ber-myelin. Jalur pertama ini disebut juga TENS efferent patway.
b.        Level supraspinal
Bila digunakan TENS dengan bentuk arus asimetris bolak –balik atau searah maka akan menimbulkan pengaruh pengurangan nyeri pada sistem endorfine yaitu supra spinal level sesuai dengan teori Satto & Smith. Perangsangan hipotalamus menghasilkan endorphine yang berkaitan dengan reseptor opiat di substansia grisea periakuaduktus, nucleus accumbens, amiglada, hubenula, termasuk nucleus arcuatus hipotalami yang di kenal sebagai meso-zombic loop of analgesic sehingga terjadi pengurangan nyeri secara sentral. Perangsangan hipotalamus juga menghasilkan releasing factor yang akan merangsang pelepasan endorhine dari hipofisis dan adrenocorticotropic hormone (ACTH). Endorphine dan hipofisis ini dilepaskan oleh sirkulasi sistemik dan kembali ke otak serta medula spinalis setelah menembus blood brain barrier untuk selanjutnya berikan dengan reseptor opiat di susunan saraf pusat ACTH akan merangsang pelepasan kortisol untuk menekan reaksi inflamasi. Jalur kedua ini disebut juga TENS afferent pathway.
Disamping pengaruh pada syaraf juga pada otot oleh pumping action. Terjadi vasodilatasi cutaneus pada area aplikasi dengan intensitas yang kuat. Hal ini akan menstimulasi saraf sensoris yang menyebabkan aktivasi vasodilatasi arteriol dan kemudian terjadi pelepasan histamin (Wadsworth dan Chanmugan, 1980).
Adanya efek vasodilatasi dan sedatif pada pemberian modalitas TENS akan memberikan rasa nyaman dan memberikan peningkatan derajat gangguan yang diakibatkan osteoarthritis lutut.
6.         Prosedur Penerapan TENS
a.         Persiapan alat
Tentukan prosedur yang akan digunakan, semua tombol dalam posisi nol. Pad dibasahi terlebih dahulu, untuk pad yang menggunakan gel, ratakan gel pada permukaan pad kemudian letakan pad pada permukaan yang akan kontak dengan pasien. Tentukan prosedur yang akan digunakan, semua tombol dalam posisi nol. Pad dibasahi terlebih dahulu, untuk pad yang menggunakan gel, ratakan gel pada permukaan pad kemudian letakan pad pada permukaan yang akan kontak dengan pasien.
Gambar 2.7 Mesin TENS
b.        Persiapan Pasien
Posisi pasien senyaman dan serileks mungkin, Pada kasus ini pasien posisi duduk. Periksa area yang akan di terapi dalam hal ini: kulit harus bersih dan bebas dari lemak, lotion. Periksa sensasi kulit. Lepaskan semua metal diarea terapi. Sebelum memulai intervensi, fisioterapis memberi penjelasan kepada pasien mengenai cara kerja dan efek yang dapat ditimbulkan dari TENS.
c.         Tehnik aplikasi
Teknik aplikasi TENS pada OA lutut adalah (1) pad diletakkan pada sisi medial dan lateral lutut atau daerah yang telah ditentukan sesuai dengan hasil pemeriksaan, (2) nyalakan alat dan atur waktu sekitar 30 menit, (3) naikkan intensitas secara perlahan sampai pasien merasa aliran listrik atau terlihat adanya kontraksi dari otot, namun tidak menimbulkan nyeri, (4) observasi pasien secara berkala.
d.        Penentuan Dosis
Pada treatment kondisi osteoathrisis lutut menggunakan TENS konvensional dengan pulsa pendek sekitar 50μs pada frekuensi 30-100Hz, dengan frekuensi tinggi dan intensitas rendah. Intensitas dinaikan bertahap tanpa disertai kontraksi otot dan rasa nyeri. Waktu yang diberikan adalah 30 menit selama 4 minggu (Osiri, 2007).

No comments:

Post a Comment