KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah
tuhan semesta alam yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan
protap
mengenai “Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation
(TENS)”
ini. Dan tak lupa penulis kirimkan salawat kepada
Nabi kita Muhammad S.A.W. Yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang
lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna bagi alam semesta.
Dengan
adanya penulisan protap
ini, penulis berharap dapat
membantu dalam pembelajaran, dan bisa menyelesaikan
masalah-masalah khususnya dalam ruang lingkup elektroterapi & sumber fisis mengenai “Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)”.Disamping itu, penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan protap ini, baik dari materi
maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman
penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun.
Penyusun,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sejarah
munculnya TENS berawal dari laporan Scribonius
Largus tentang stimulasi listrik untuk mengontrol nyeri yang
digunakan di Yunani kuno, 63 M. Hal ini dilaporkan oleh
Scribonius Largus yang sakit dan merasa lega setelah berdiri pada ikan listrik di tepi pantai. Pada 16 sampai
abad ke-18 berbagai perangkat elektrostatik digunakan untuk sakit kepala dan
nyeri. Benjamin Franklin adalah pendukung metode ini untuk menghilangkan rasa
sakit. Pada abad kesembilan belas perangkat yang disebut electreat, bersama
dengan perangkat lain yang banyak digunakan untuk mengendalikan nyeri dan
penyembuhan kanker. Electreat digunakan hanya sampai
pada ke abad kedua puluh
karena tidak portabel dan memiliki
kontrol terbatas dari stimulus tersebut. Pengembangan
dari semua stimulasi listrik tersebut memberi ide dibentuknya TENS yang
akhirnya dipakai dan telah dipatenkan di Amerika Serikat pada tahun 1974.
Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah penggunaan
arus listrik yang dihasilkan oleh perangkat untuk merangsang saraf untuk
mengurangi rasa sakit. Unit ini biasanya dilengkapi dengan elektroda untuk
menyalurkan arus listrik yang akan merangsang saraf pada daerah yang mengalami
nyeriAnother theory is that the electrical
stimulation of the nerve may help the body to produce natural painkillers
called endorphins, which may block the perception of pain.. Rasa geli
sangat terasa dibawah kulit dan otot yang diaplikasikan elektroda tersebut.
Sinyal dari TENS ini berfungsi untuk mengganggu sinyal nyeri yang mempengaruhi
saraf-saraf dan memutus sinyal nyeri tersebut sehingga pasien merasakan
nyerinya berkurang. Namun teori lain mengatakan bahwa stimulasi listrik saraf
dapat membantu tubuh untuk memproduksi obat penghilang rasa sakit alami yang
disebut endorfin, yang dapat menghalangi persepsi nyeri.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan TENS?
2. Apa
saja fisika dasar dari TENS?
3. Apa
saja biofisika dari TENS?
4. Bagaimanan neurofisiologi dari TENS?
5. Bagaimana
metode dan teknik TENS?
6. Apa saja indikasi, kontraindikasi dari TENS?
7. Bagaimana
cara mengaplikasikan TENS?
C. Tujuan Program
Mampu
menjelaskan dan menerapkan penggunaan TENS
sebagai salah satu modalitas elektroterapi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation (TENS)
Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan suatu cara penggunaan energi
listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti
efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri, seperti nyeri neuromusculoskeletal non
neurogenik yaitu nyeri pada sendi (atralgia), mialgia dan ensesialgia dan nyeri
neuromusculoskeletal neurogenic seperti nyeri radikuler, neuritis.
B.
Fisika
Dasar
Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation (TENS)
TENS yang dirancang terdiri dari mikro kontroler ATMEGA16
sebagai generator pulsa, baterai
sebagai satu daya, IC DC/DC
Converter sebagai penghasil tegangan DC tinggi,
transistor dan trafo sebagai switching
penghasil pulsa bertegangan tinggi, serta antar muka berupa keypad dan LCD.
Keluaran TENS adalah pulsa bifasika simetris durasi 40-400μs dan frekuensi 1-250Hz serta tegangan maksimum 50Vpp dan arus maksimum 100mApp pada beban resistif 500Ω.
C.
BiofisikaTranscutaneous Electrical Nerve Stimulation
(TENS)
Tanggap rangsang jaringan terhadap stimulasi arus listrik.
Jika arus listrik diaplikasikan ke jaringan tubuh maka akan menimbulkan tanggap
rangsang fisiologis dari jaringan yang bersangkutan baik akibat dari stimulasi
secara langsung maupun tak langsung. Pengaruh langsung terjadi pada tingkat
selular dn jaringan, sedangkan pengaruh tak langsung bisa terjadi berbagai
tingkat mulai sel, jaringan, segmental, peripheral dan exstra segmental. Pemahaman
hubungan antara pengaruh langsung dan tak langsung, jika tens digunakan untuk
mengurangi nyeri maka pengaruh langsung terjadi pada tingkat sel, dimana arus
menimbulkan exsitasi sel saraf tepi, kemudian secara tak langsung pempengaruhi
tingkat system yang diidikasikan dengan terlepasnya bahan analgetik endogen
seperti endorphin, enchepalin dan serotonin (Alon, 1987 dikutip oleh parjoto,
2006).
D.
Neurofisiologi
Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation (TENS)
Dengan menggunakan metode TENS,
transkutan (yaitu melalui kulit) Listrik Stimulasi saraf, fungsi saraf penting
dapat diaktifkan secara efektif. Frekuensi impuls, yang sebanding dengan
bioelectricity alami, merangsang menghilangkan rasa sakit. Dengan cara ini,
transmisi nyeri oleh serabut saraf terhambat dan aliran listrik menghilangkan
rasa sakit, seperti zat endorphin, yang dipicu. Selanjutnya, aliran darah
melalui zona tubuh ditingkatkan.
Menurut Johnson (2001), TENS merupakan arus
listrik dengan frekuensi 1 – 250 Hz. TENS mampu mengaktifasi baik saraf
berdiameter besar maupun kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi
sensoris kesaraf pusat. Efektifitas TENS dapat diterangkan lewat teori gerbang
control (Gate Control Theory) atau dikenal dengan pengaruh sedative teori yang
dikembangkan oleh Melzak dan Wall (1965) bahwa serabut saraf afferent terdiri
dari dua kelompok serabut, yaitu kelompok yang ber diameter besar (Aβ) dan
serabut berdiameter kecil (Aδ) dan C). Kedua kelompok afferent ini berinteraksi
dengan substansia gelatinosa yang berfungsi sebagai modulator (gerbang control)
terhadap Aβ, Aδ dan C.Apabila substansia gelantinosa (SG) aktif, gerbang akan
menutup.Sebaliknya apabila SG menurun aktifitasnya, gerbang membuka. Aktif dan
tidaknya SG tergantung pada kelompok afferent mana yang teransang. Apabila
kelompok berdiameter besar terangsang (Aβ), SG menjadi aktif dan gerbang
menutup. Ini berarti bahwa rangsang yang menuju pusat melalui transiting cell
(T cell) terhenti atau menurun aktifitasnya. Serabut Aβ adalah penghantar
rangsang non-nociceptive (bukan nyer) misalnya sentuhan dan propioceptive.
Apabila kelompok berdiameter kecil (Aδ dan C) terangsang, SG akan menurun aktifitasnya
sehingga gerbang membuka. Aδ dan C adalah serabut pembawa rangsang nociceptive,
sehingga jika serabut ini terangsang, gerbang akan membuka dan rangsang nyeri
akan diteruskan ke pusat.
TENS
mempunyai bentuk pulsa monophasic, biphasic dan polyphasic. Monophasic
mempunyai bentuk gelombang rectangular, triangular dan gelombang separuh sinus
searah pada biphasic simetris. Sedangkan pada pola polyphasic ada rangkaian
gelombang sinus dan bentuk interferensi atau campuran. Pulsa monophasic selalu
mengakibatkan pengumpulan muatan listrik pulsa dalam jaringan sehingga akan
terjadi reaksi elektrokimia dalam jaringan yang ditandai dengan rasa panas dan
nyeri apabila penggunaan intensitas dan durasi terlalu tinggi.
E.
Metode&Teknik
Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation(TENS)
Terapi dengan TENS dilakukan dengan
kontak langsung alat terhadap pasien melalui sepasang elektroda. Demi memenuhi
persyaratan standar keamanan alat medis sebuah sistem keamanan harus dirancang
sehingga cidera pada pasien dapat dicegah. Sistem keamanan yang dirancang pada
dasarnya adalah mencegah terjadinya luka bakar pada kulit akibat kesalahan
penempatan elektroda. Kesalahan penempatan elektroda memungkinkan elektroda
tidak melekat dengan baik pada kulit dan sementara itu arus dialirkan, dapat
menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien.
Adapun penempatan elektroda
TENS:
1.
Di
sekitar lokasi nyeri : Cara ini paling mudah dan paling sering digunakan, sebab
metode ini dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter
dan letak yang paling optimal dalam hubungannya dengan jaringan penyebab nyeri.
2.
Dermatome : Penempatan pada area dermatome
yang terlibat, penempatan pada lokasi spesifik dalam area dermatome, penempatan
pada dua tempat yaitu di anterior dan di posterior dari suatu area dermatome
tertentu.
3.
Area
trigger point dan motor point
![]() |

F.
Indikasi Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation (TENS)
1.
Nyeri Akut
Menurut peneliti, jika TENS
diberikan dengan tehnik dan dosis
yang benar maka perubahan nyeri akan terjadi melalui
proses blok transmisi nyeri.
TENS juga menimbulkan gerakan simultan pada kulit
yang dirasakan sebagai pijatan sehingga menimbulkan efek relaksasi pada pasien.Gerakan simultan
yang terdapat dalam TENS diyakini dapat mempengaruhi hipotalamus untuk menstimulasi
pituitary gland melepaskan β endorphin, yaitu senyawa kimia endogenus
yang dapat memberikan efek menenangkan bagi tubuh.
2.
Nyeri Kronik
Banyak kondisi nyeri kronik
yang telah berhasil diterapkan dengan
TENS antara lain nyeri punggung bawah,
rematoid artritis, penyakit sendi degenersi,
neuropati perifer, cedera saraf perifer,
nyeri phantom limb, kanker, migren dan
neuralgia pasca herpetika.
3.
Nyeri pasca opersi
4.
Nyeri miofisial
5.
Nyeri pasca melahirkan
6.
Keadaan hipertonus
7.
Kelemahan otot
G. Kontra indikasi Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation (TENS)
1.
Adanya kecenderungan perdarahan
( pada area yang diterapi )
2.
Luka
terbuka yang sangat lebar
3.
Penyakit vaskuler
(arteri maupun vena)
4.
Pasien dengan alat pacu jantung
5.
Kehamilan
(bila terapi diberikan pada daerah
abdomen atau panggul)
6.
Kondisi dermatologi
(pada area yang diterapi)
7.
Penderita dengan hilangnya sebagian besar sensasi kulit
H. Penatalaksanaan
1.
Pesiapan Alat
a.
Alat TENS
b.
Kabel
stop kontak
Cek alat,
kabel dan pastikan alat dalam keadaan baik.
Alat dihidupkan, lakukan pengecekan alat dengan meletakan jari terapis diantara elektroda dan naikan intensitas sampai merasakan rangsangan berupa getaran nyaman,
kemudian intensitas di nolkan lagi.
2.
Persiapan Pasien
a.
Petugas melakukan pemeriksaan pada pasien
(anamnesa, pemeriksaan sensasi dan pemeriksaan khusus).
b.
Petugas menjelaskan
program terapi yang diberikan kepada pasien seperti
rasa yang timbul, waktu yang diperlukn, tujuan, indikasi, serta kontra indikasinya.
Petugas memposisikan pasien senyaman mungkin/comfortable
(duduk di kursi, terlentang atau tengkurap
di bed).
3.
Prosedur Pelaksaan
a.
Mesin
TENS dan electrode disiapkan dengan dibasahi
air.
b.
Pasien diposisikan stabil dan rileks
baring atau duduk.
c.
Diinstruksikan kepada pasien untuk tidak bergerak selama terapi.
d.
Bagian badan atau anggota
yang akan diterapi, kulitnya dicuci dengan sabun sampai bersih dan keringkan.
e.
Tes sensasi tajam-tumpul pada kulit
yang akan diterapi.
f.
Pemasangan electrode
: satu berupa pad electrode pada
nerve trunk, electrode aktif ditempatkan pada pusat nyeri,
atau electrode dipasang dengan contra planar atau
coplanar.
g.
Dosis diberikan
sub pain atau pain level.
h.
Monitoring
evaluasi selama terapi.
i.
Pasien dipastikan tidak bergerak selama sesi terapi, intesitas dipertahankan sesuai dengan dosis awal.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan suatu cara penggunaan energi
listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti
efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri, seperti nyeri neuromusculoskeletal non
neurogenik yaitu nyeri pada sendi (atralgia), mialgia dan ensesialgia dan nyeri
neuromusculoskeletal neurogenic seperti nyeri radikuler, neuritis.
B.
Saran
Dalam penulisan protap ini masih
banyak kekurangan dan kejanggalan, maka untuk itu saya sangat mengharapkan motivasi
dan bimbingan dari Dosen pengajar serta teman-teman, sehingga dapat saya
gunakan sebagai acuan dalam penulisan protap berikutnya. Diharapkan mahasiswa
mampu menerapkan ilmu tersebut dalam praktek fisioterapi dan bagi para pembaca
diharapkan dapat memanfaatkan protap ini dengan sebaik – baiknya sebagai
penambah ilmu pengetahuan.
catatan tambahan :
A.
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation
(TENS)
1.
Defenisi
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation
(TENS) merupakan suatu cara penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf
melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe
nyeri,seperti nyeri neuromusculoskeletal non neurogenik yaitu nyeri pada sendi
(atralgia), mialgia dan ensesialgia dan nyeri neuromusculoskeletal neurogenic
seperti nyeri radikuler, neuritis.
Menurut Johnson (2001), TENS merupakan arus
listrik dengan frekuensi 1 – 250 Hz. TENS mampu mengaktifasi baik saraf
berdiameter besar maupun kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi
sensoris kesaraf pusat. Efektifitas TENS dapat diterangkan lewat teori gerbang
control (Gate Control Theory) atau dikenal dengan pengaruh sedative teori yang
dikembangkan oleh Melzak dan Wall (1965) bahwa serabut saraf afferent terdiri
dari dua kelompok serabut, yaitu kelompok yang ber diameter besar (Aβ) dan
serabut berdiameter kecil (Aδ) dan C). Kedua kelompok afferent ini berinteraksi
dengan substansia gelatinosa yang berfungsi sebagai modulator (gerbang control)
terhadap Aβ, Aδ dan C.Apabila substansia gelantinosa (SG) aktif, gerbang akan
menutup.Sebaliknya apabila SG menurun aktifitasnya, gerbang membuka. Aktif dan
tidaknya SG tergantung pada kelompok afferent mana yang teransang. Apabila
kelompok berdiameter besar terangsang (Aβ), SG menjadi aktif dan gerbang
menutup. Ini berarti bahwa rangsang yang menuju pusat melalui transiting cell
(T cell) terhenti atau menurun aktifitasnya. Serabut Aβ adalah penghantar
rangsang non-nociceptive (bukan nyer) misalnya sentuhan dan propioceptive.
Apabila kelompok berdiameter kecil (Aδ dan C) terangsang, SG akan menurun
aktifitasnya sehingga gerbang membuka. Aδ dan C adalah serabut pembawa rangsang
nociceptive, sehingga jika serabut ini terangsang, gerbang akan membuka dan
rangsang nyeri akan diteruskan ke pusat.
TENS mempunyai bentuk pulsa monophasic,
biphasic dan polyphasic. Monophasic mempunyai bentuk gelombang rectangular,
triangular dan gelombang separuh sinus searah pada biphasic simetris. Sedangkan
pada pola polyphasic ada rangkaian gelombang sinus dan bentuk interferensi atau
campuran. Pulsa monophasic selalu mengakibatkan pengumpulan muatan listrik
pulsa dalam jaringan sehingga akan terjadi reaksi elektrokimia dalam jaringan
yang ditandai dengan rasa panas dan nyeri apabila penggunaan intensitas dan
durasi terlalu tinggi. Efektivitas TENS dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Berperan dalam stimulus anti donrik di sistem
saraf afferent. Stimulus anti donrik ini akan menghambat pengurangan nyeri dari
nociceptor sampai kemedula spinalis.
b. Meningkatkan aliran darah pada jaringan yang
rusak dimana efek peningkatan aliran darah pada jaringan yaitu akan menurunkan
subtansi yang memproduksi nyeri seperti bradikinin dan histamine.
c. Mengaktifkan system saraf berdiameter besar
yaitu Aα dan Aß yang memiliki ambang rangsang lebih kecil dibandingkan saraf
berdiameter kecil yaitu tipe Aδ dan C. Aktifnya saraf berdiameter besar akan
mempermudah interneuron pada substansia gelatinosa untuk menghalangi input
saraf berdiameter kecil ke sel-sel transmisi melalui inhibisi presinaps,
sehingga nyeri dihambat oleh stimulus elektrik dengan menutup gerbang bagi
input nyeri.
d. Merangsang pelepasan endorphin dependent system
dan serotin oleh tubuh. Pelepasan sistem ini dirangsang oleh TENS frekuensi
rendah dengan merangsang reseptor nosisensorik. Intensitas sangat berpengaruh
didalam menentukan besarnya muatan arus listrik dalam pulsa dan puncak arus
listrik yang akan berhubungan langsung dengan besarnya stimulus dalam jaringan.
Intensitas pulsa yang memadai durasi pulsa akan memberikan energi
listrik kedalam jaringan pada tiap-tiap fase dari pulsa yang disebut muatan
pulsa. Dengan kata lain muatan pulsa ditentukan oleh intensitas arus dan durasi
pulsa. Muatan pulsa akan menimbulakan reaksi elektroda juga akan menentukan
besarnya muatan listrik berkisar antara 20-200 mikrocolums per fase, per centimeter
persegi dari ukuran elektroda.
Dalam pelaksanaan stimulasi elektris penggunaan durasi pulsa
monophase yang terlalu besar dan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan
jaringan saraf berakomodasi dan bila ingin menghindari akomodasi intensitas
dinaikan tetapi konsekuensinya timbul rasa nyeri. Intensitas dan durasi pulsa
yang tinggi pada aplikasi stimulasi elektris akan menimbulkan reaksi
elektrokimia yang besar yang ditandai dengan warna kemerah-merahan dan rasa
nyeri pada jaringan bibawah elektroda. Dengan alasan ini maka dosis stimulasi
elektris secara subyektif ditentukan oleh toleransi pasien.
2.
Frekuensi Pulsa
Frekuensi pulsa sering dikacaukan dengan
pengertian frekuensi arus listrik. Frekuensi pulsa merupakan kecepatan/pulsa
rate yang terjadi pada setia second sepanjang durasi arus listrik yang
mengalir. Frekuensi pulsa dapat berkisar 1-200 detik. Frekuensi juga
menyebabkan tipe respon terhadap motoris maupun sensoris. Frekuensi pulsa
tinggi > 100 pulsa/detik menimbulkan respon kontraksi tetanik getaran
sehingga otot cepat lelah.
Frekuensi arus listrik rendah cenderung
bersifat iritatif terhadap jaringan kulit sehingga dirasakan nyeri apabila
intensitas tinggi. Arus listrik frekuensi menengah bersifat lebih konduktif
untuk stimilasi elektris, karena tidak menimbulkan tahanan kulit atau tidak
bersifat iritatif dan mempunyai penetrasi yang lebih dalam.
3.
Penempatan elektroda
Penempatan elektroda tidak terbatas pada daerah
sekitar nyeri saja. Untuk menentukan letak dan metode penempatan elektroda TENS
harus memahami anatomi, prinsip fisiologi dan kondisi yang bersangkutan.
Pengertian dasar tentang pola nyeri, sindroma dan berbagai jaringan yang bisa
sebagai sumber nyeri merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dipahami
dalam kaitannya dengan penempatan elektroda. Metode penerapan elektroda sebagai
berikut :
a.
Disekitar lokasi nyeri
Cara ini paling mudah dan paling sering
digunakan, sebab metoda ini dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa
memperhatikan karakter dan letak yang paling optimal dalam hubungannya dengan
jaringan penyebab nyeri.
b.
Dermatom
Dasar pemikiran dari metoda ini adalah daerah
kulit tertutup akan mempunyai persarafan yang sama dengan struktur atau
jaringan yang tepat dibawahnya.
c.
Daerah lutut trigger dan motor point.
Area ini mungkin dilakukan oleh pemeriksaan
dengan menggunakan elektronik, sebab titik-titik ini jadi lebih konduktif di
sekitar jaringan. Tahanan rendah pada titik acupuntur bersesuaian pada area
vasodilatasi atau pada active pseudomotor glands.
4.
Kontra Indikasi
Yang tidak dapat dilakukan intervensi dengan
modalitas TENS adalah apabila pasien dengan gangguan jantung dan menggunakan
pacu jantung atau pace maker, pasien dalam keadaan hamil, adanya inflamasi
terlokalisir daerah sendi lutut, terdapat metal implant, tumor ganas dan
penderita tuberculosa.
5.
Mekanisme Pengurangan nyeri pada OA oleh TENS
Pengaruh TENS dalam menurunkan nyeri didapat
melalui saraf halus tidak bermyelin yang mengelilingi jaringan dan pembuluh
darah. TENS dapat merangsang pelepasan endorphine dan serotonin oleh tubuh.
Pelepasan endorpine dirangsang oleh TENS frekuensi rendah dengan merangsang
reseptor sensorik. Impuls rangsang selanjutnya dilakukan pada beberapa level,
yaitu :
a.
Level spinal
Bila diberikan TENS dengan bentuk arus simetris
bolak-balik maka akan diperoleh pengurangan nyeri melalui enkefalin pada level
ini, sesuai dengan teori Melzack & Wall. Perangsangan subtansia grisea
perialkuaduktus menghasilkan enkefalin yang selanjutnya akan mengaktifkan
nucleus raphe dan nucleus retikular magnoseluler. Dari kedua nucleus itu
dikirimkan impuls penghambat nyeri ke medula spinalis melalui jaras caudal
reticuler. Jaras caudal-retikuler yang berasal dari nucleus raphe adalah
serabut sirotinergik, sedang yang berasal dari nucleus retikuler magnoseluler
adalah serabut norepinefrnergik. Di medula spinalis kedua jenis serabut saraf
tersebut bersinaps dengan serabut enkefalinergik yang juga melakukan penghambat
presineptik melalui penghambatan pelepasan substansi P oleh serabut saraf halus
tak ber-myelin. Jalur pertama ini disebut juga TENS efferent patway.
b.
Level supraspinal
Bila digunakan TENS dengan bentuk arus
asimetris bolak –balik atau searah maka akan menimbulkan pengaruh pengurangan
nyeri pada sistem endorfine yaitu
supra spinal level sesuai dengan teori Satto & Smith. Perangsangan
hipotalamus menghasilkan endorphine
yang berkaitan dengan reseptor opiat di substansia grisea periakuaduktus,
nucleus accumbens, amiglada, hubenula, termasuk nucleus arcuatus hipotalami
yang di kenal sebagai meso-zombic loop of analgesic sehingga terjadi
pengurangan nyeri secara sentral. Perangsangan hipotalamus juga menghasilkan
releasing factor yang akan merangsang pelepasan endorhine dari hipofisis dan
adrenocorticotropic hormone (ACTH). Endorphine dan hipofisis ini dilepaskan
oleh sirkulasi sistemik dan kembali ke otak serta medula spinalis setelah
menembus blood brain barrier untuk selanjutnya berikan dengan reseptor opiat di
susunan saraf pusat ACTH akan merangsang pelepasan kortisol untuk menekan
reaksi inflamasi. Jalur kedua ini disebut juga TENS afferent pathway.
Disamping pengaruh pada syaraf juga pada otot
oleh pumping action. Terjadi vasodilatasi cutaneus pada area aplikasi dengan
intensitas yang kuat. Hal ini akan menstimulasi saraf sensoris yang menyebabkan
aktivasi vasodilatasi arteriol dan kemudian terjadi pelepasan histamin
(Wadsworth dan Chanmugan, 1980).
Adanya efek vasodilatasi dan sedatif pada
pemberian modalitas TENS akan memberikan rasa nyaman dan memberikan peningkatan
derajat gangguan yang diakibatkan osteoarthritis lutut.
6.
Prosedur Penerapan TENS
a.
Persiapan alat
Tentukan prosedur yang akan digunakan, semua
tombol dalam posisi nol. Pad dibasahi terlebih dahulu, untuk pad yang
menggunakan gel, ratakan gel pada permukaan pad kemudian letakan pad pada
permukaan yang akan kontak dengan pasien. Tentukan prosedur yang akan digunakan, semua
tombol dalam posisi nol. Pad dibasahi terlebih dahulu, untuk pad yang
menggunakan gel, ratakan gel pada permukaan pad kemudian letakan pad pada
permukaan yang akan kontak dengan pasien.
Gambar 2.7 Mesin TENS
b.
Persiapan Pasien
Posisi pasien senyaman dan serileks mungkin,
Pada kasus ini pasien posisi duduk. Periksa area yang akan di terapi dalam hal
ini: kulit harus bersih dan bebas dari lemak, lotion. Periksa sensasi kulit.
Lepaskan semua metal diarea terapi. Sebelum memulai intervensi, fisioterapis
memberi penjelasan kepada pasien mengenai cara kerja dan efek yang dapat
ditimbulkan dari TENS.
c.
Tehnik aplikasi
Teknik aplikasi TENS pada OA lutut adalah (1)
pad diletakkan pada sisi medial dan lateral lutut atau daerah yang telah
ditentukan sesuai dengan hasil pemeriksaan, (2) nyalakan alat dan atur waktu
sekitar 30 menit, (3) naikkan intensitas secara perlahan sampai pasien merasa
aliran listrik atau terlihat adanya kontraksi dari otot, namun tidak
menimbulkan nyeri, (4) observasi pasien secara berkala.
d.
Penentuan Dosis
Pada treatment kondisi osteoathrisis lutut
menggunakan TENS konvensional dengan pulsa pendek sekitar 50μs pada frekuensi
30-100Hz, dengan frekuensi tinggi dan intensitas rendah. Intensitas dinaikan
bertahap tanpa disertai kontraksi otot dan rasa nyeri. Waktu yang diberikan
adalah 30 menit selama 4 minggu (Osiri, 2007).
No comments:
Post a Comment